Jumat, 14 Oktober 2011

Euforia Beragama

Di salah satu buku Ustadz Fauzil Adhim yang saya baca, beliau membahas mengenai orang yang sedang mengalami euforia beragama. Sesuatu hal yang penting untuk kita cermati, karena hal ini terjadi disekitar kita. Berikut ini kutipannya:

[O]rang yang sedang mengalami euforia beragama. Mereka sedang semangat-semangatnya menjalankan agama sehingga tidak jarang sikap mereka berlebihan. Perintah untuk menundukkan pandangan (Ghodul Bashor) sering diterapkan dalam bentuk memalingkan muka atau bahkan membuang muka secara demonstratif sehingga menyakiti hati orang yang diajak bicara. Pada umumnya, ilmu agama mereka masih dangkal. Itu sebabnya, mereka sering bertindak sangat reaktif tanpa berusaha untuk tabayyun ‘konfirmasi’ ketika menjumpai perbedaan pendapat untuk soal-soal kecil yang guru-guru mereka paling senior justru menerimanya dengan lapang dada.

Sepanjang saya perhatikan, besar kecilnya euforia beragama berkait erat dengan pengalaman mereka sebelumnya. Secara umum, mereka yang mengalami euforia secara mencolok adalah mereka yang pada masa sebalumnya menjalani kehidupan sekuler, sangat jauh dari nilai agama, dan bahkan menyerempet pada kehidupan bebas. Semakin jauh dari nilai agama dan semakin miskin pengetahuan agama mereka pada masa sebelumnya, cenderung menjadikan mereka mengalami euforia yang semakin besar. Mereka inilah yang kerap kurang memperhatikan adab-adab dalam berbeda pendapat, sehingga bisa menimbulkan suasana tidak enak jika terjebak dalam diskusi dengan mereka.  Akan tetapi, kehadiran mereka tentu saja harus diterima dengan lapang dada karena mereka masih baru berproses. Hanya saja, ada hal yang agak riskan manakala mereka masih larut dalam euforia beragama ternyata sudah mempunyai binaan.

Berkenaan dengan euforia sebagian saudara-saudara kita, sering ada salah persepsi. Sikap mereka yang reaktif dan tampak sangat bersemangat, sering kita salah artikan sebagai militansi, padahal euforia yang tidak dikendalikan dengan baik justru rentan terhadap futur (terputus di tengah jalan) sehingga merusak militansi. Orang-orang yang sedang mengalami euforia sering tampak lebih bersemangat, lebih gegap gempita dan lebih keras reaksinya terhadap segala sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ‘diyakini’. Begitu gegap gempitanya semangat mereka sehingga mereka lebih keras sikapnya dibandingkan orang yang benar-benar kokoh dan militan. Repotnya, sikap yang berlebihan itu justru pada gilirannya menyebabkan mereka mudah kehilangan semangat. Mereka futur atau malah kehilangan kepercayaan terhadap sesama umat islam hanya karena mengalami benturan kecil.

Fenomena patahnya orang yang semula bersemangat luar bisaa ini sebenarnya ‘wajar’. Rasulullah sendiri telah mengisyaratkan agar kita berhati-hati terhadap euforia beragama.

Sabda Rasulullah SAW. “Setiap amal itu ada masa semangat dan masa lemahnya. Barang siapa yang pada masa lemahnya tetap dalm sunnahku (petunjukku) maka dia telah beruntung. Akan tetapi, baran siapa yang beralih pada selain itu bearti ia telah celaka.” (HR. Ahmad)

Rasulullah juga pernah mengingatkan Abdullah bin Amr bin Ash RA “Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Sebelum ini, ia rajin bangun pada malam hari (shalat tahajjud) namun kemudian ia tinggalkan sama sekali.(HR. Bukhari dalam Fathul-Bari)

Mereka yang masih dalam kondisi euforia acapkali bersikap sangat keras dan kaku. Apabila menghadapi pendapat yang berbeda atau dianggap terlalu lunak, acapkali mereka menghadapinya secara konfrontatif. Tidak terkecuali terhadap orang tua dan orang-orang terdekat.

Tulisan tersebut menuntut saya untuk lebih peka terhadap diri sendiri dan orang-orang disekitar saya yang mungkin saya sedang mengalami hal tersebut.

Wallahu'alam bis Shawab


Diketiik ulang oleh: Adirfrida
Editor: Rulian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar