Senin, 16 April 2012
Pengesahan RUU KKG, Sejuta Masalah Baru Bagi Semua Pihak
Feminisme adalah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme lahir karena adanya bias gender yang terjadi sejak masa dark ages di Eropa pada abad 5 – 15 M. Pada saat itu negara menganggap gender wanita sebagai aib, penyebab Adam diusir dari surga, container of satan. Dengan adanya mindset tersebut maka mulailah gender wanita diperlakukan berbeda, wanita dianggap sebagai warga kelas dua, di bawah laki-laki.
Kondisi kaum perempuan bisa dikatakan tidak jauh berbesa pada saat ini, berada dalam kenyataan buruk seperti keterkungkungan, kemiskinan, ketertinggalan, ketertindasan dan sebagainya semakin membuat jargon kesetaraan gender semakin lantang. Para pengusung ide gender equality atau kesetaraan gender menyatakan bahwa hal tersebut merupakan bentuk kepedulian terhadap nasib perempuan. Mencoba mengangkat nasib perempuan yang tertindas yang mereka anggap disebabkan karena adanya ketidaksetaraan (disparitas) gender dianggap sangat merugikan perempuan.
Perkembangan ide kesetaraan gender di Indonesia berkembang cukup pesat. Awalnya hanya sebuah tuntutan yang ingin mendapatkan kesamaan dalam mengakses pendidikan, setelah sukses para pengusung ide ini melanjutkan perjuangan ke ranah dunia politik. Perjuangan mereka kembali membuahkan hasil, menuai sukses dengan disahkannya Undang-Undang yang mempersyaratkan keterwakilan perempuan minimal 30% sebagai anggota dewan. Kini kaum feminis kembali berjuang untuk mewujudkan ambisinya berperan di ranah publik dan merombak struktur sosial melalui pengesahan RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender.
Saat ini di DPR sedang kencang dibahas RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) yang diusulkan pemerintah. Pihak yang mengusung pembahasan RUU tersebut menaruh harapan setelah disahkannya RUU tersebut perempuan bisa sejajar dengan laki-laki dalam berbagai hal. Tetapi lagi-lagi masyarakat tidak senada dengan pemerintah. Sejak awal, RUU KKG ini banyak sekali menuai protes, penentangan, dan penolakan dari berbagai elemen masyarakat termasuk ormas-ormas Islam. Dikatakan bahwa RUU yang dikeluarkan pemerintah ini diusung kaum feminis liberal dan dinilai bertentangan dengan Islam, berbahaya, dan merusak bagi masyarakat.
Jika kita cermati bersama, masalah yang dialami oleh perempuan yang terkait dengan kemiskinan, ketertinggalan, dan lain sebagainya bukanlah disebabkan karena masalah gender karena hal ini juga terlihat pada laki-laki. Ketika berbicara masalah kemiskinan, ketertinggalan, dan lain sebagainya kita tidak lagi berbicara tentang gender, tetapi sudah menyangkut masalah pendidikan, ekonomi, politik dan ideologi sehingga gagasan kesetaraan gender untuk menyelesaikan permasalahan yang sebenarnya juga menimpa kaum laki-laki tidak bisa dijadikan solusi.
Akar permasalahan kemiskinan yang menimpa kaum wanita -dan juga pria- ini lebih disebabkan oleh adanya kesalahan negara dalam mengatur urusan rakyat. Pandangan ekonomi-politik yang kapitalistik di negeri ini telah menjadikan peran negara berubah. Dengan adanya pandangan tersebut, peran negara secara langsung di bidang sosial dan ekonomi harus diupayakan seminimal mungkin dan bahkan diharapkan negara hanya berperan dalam fungsi pengawasan dan penegakan hukum semata.
Dalam pandangan kapitalis, penanggulangan kemiskinan merupakan tanggung jawab si miskin itu sendiri, kemiskinan bukan merupakan beban bagi umat, negara, atau kaum hartawan. Sehingga dengan pandangan ekonomi-politik kapitalistik yang dimiliki Indonesia jelas telah menjadikan negara kehilangan fungsi utamanya sebagai pemelihara urusan rakyat. Negara juga akan kehilangan kemampuannya dalam menjalankan fungsi pemelihara urusan rakyat. Akhirnya, rakyat miskin yang termasuk di dalamnya kaum wanita dibiarkan berusaha sendiri memperbaiki hidupnya yang berada dalam kemiskinan dan ketertindasan.
Sehingga sekalipun RUU KKG ini disahkan, tetap saja tidak memberikan solusi bagi masalah perempuan tetapi justru malah akan memberikan masalah bagi pihak laki-laki, anak-anak dan masyarakat. RUU KKG ini malah akan memberikan banyak masalah baru dan banyaknya korban baru, multiple victimization. Bagi laki-laki misalnya, dengan banyaknya perempuan bekerja di ranah publik ini akan menjadikan peluang bagi mereka yang merupakan pencari nafkah bagi keluarga akan semakin sempit karena persaingan dunia kerja akan semakin berat. Bagi anak-anak, mereka akan semakin tidak terurus karena banyak ditinggalkan ibunya bekerja. Akibatnya anak kesepian, tidak bahagia, sehingga terkadang melakukan kompensasi yang salah, dengan mengkonsumsi obat-obatan terlarang, pergaulan bebas, konsumen situs porno di internet, pelaku kejahatan dan sebagainya.
Bagi umat Islam Adian Husaini menyatakan, jika RUU KKG ini disahkan maka akan menjadi Undang-undang yang memiliki kekuatan hukum yang tetap, sehingga akan menimbulkan penindasan yang sangat kejam kepada umat Muslim – atau agama lain – yang menjalankan konsep agamanya, yang kebetulan berbeda dengan konsep Kesetaraan Gender. Misalnya, jika orang Muslim yang menerapkan hukum waris Islam; membagi harta waris dengan pola 2:1 untuk laki-laki dan perempuan atau jika mereka menganggap tidak adil jika laki-laki dalam shalatnya harus ditempatkan di shaf depan dan hukum-hukum lainnya dalam Islam, maka bagi kaum Muslim akan bisa dijatuhi hukuman pidana karena dipandang melakukan diskriminasi gender.
Pengesahan RUU KKG ini bukanlah penyelesaian dari permasalahan yang menimpa banyak perempuan di Indonesia tetapi justru akan menimbulkan sejuta masalah baru bagi semua pihak yang memiliki konsep berbeda dengan ide kesetaraan gender. Perempuan membutuhkan sebuah aturan paripurna yang mampu menyelesaikan permasalahannya dan juga laki-laki serta manusia secara umum. Sebuah tata aturan yang berasal dari yang mengetahui kelemahan dan keterbatasan manusia, yaitu aturan yang berasal dari Allah SWT, Islam.
dimuat
di http://www.al-khilafah.org/2012/04/pengesahan-ruu-kkg-sejuta-masalah-baru.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar