Blok Mahakam diperkirakan masih memiliki sebanyak 11,7 % cadangan terbukti gas nasional atau 12,7 TCF -triliun kaki kubik-. Cadangan yang tersisa itu nilainya tentu sangat besar. Jika diasumsikan harga gas rata-rata US$ 15/MMBtu, maka pendapatan kotor yang bisa didapat dari cadangan ini bisa lebih dari US$ 187 milyar atau lebih dari Rp 1.700 triliun. Sementara dari hasil minyaknya, dengan produksi minyak Blok Mahakam saat ini sebesar 67.478 barel per hari, jika diasumsikan harga jual minyak mentahnya US$ 100 per barel, maka bisa didapat hasil kotor US$ 6,748 juta per hari atau lebih dari Rp 60,730 miliar per hari (Rp 22,167 triliun per tahun).
Dengan keuntungan yang begitu besar maka sangat wajar jika dua perusahaan asing itu ingin tetap menguasai Blok Mahakam dengan memperpanjang kontrak Blok Mahakam kepada pemerintah selama 25 tahun hingga 2042 tepat lima tahun sebelum kontrak berakhir. Berbagai lobi tingkat tinggi pun dilakukan. Perdana Menteri Prancis Francois Fillon sengaja datang ke Indonesia pada Juli 2011 untuk meminta perpanjangan kontrak Mahakam. Menteri Perdagangan Luar Negeri Prancis Nicole Bricq melobi Menteri ESDM Jero Wacik saat berada di Paris, 23 Juli 2012, untuk hal yang sama. Lobi juga dilakukan oleh CEO Inpex Toshiaki Kitamura saat bertemu Wapres Boediono dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 September 2012.
Walaupun hingga saat ini keputusan pemerintah masih mengambang, setidaknya gayung belum bersambut karena pemerintah Indonesia belum menyetujui lobi yang dilakukan oleh pembesar kedua negara perusahaan asing tersebut itu pun setelah masyarakat memberikan penolakan dengan membuat “Petisi Blok Mahakam untuk Rakyat” yang digalang oleh IRESS (Indonesian Resourses Studies). Namun sayangnya, sepertinya pemerintah negeri ini dibentuk hanya untuk melanggengkan kekuasaan para kapitalis, pernyataan Menteri ESDM, Wamen ESDM dan Kepala BP Migas justru cenderung untuk kembali memperpanjang kontrak kepada asing. Bahkan dengan congkaknya Wamen ESDM menyatakan Pertamina tidak akan mumpuni mengelola Blok Mahakam.
Inilah yang terjadi ketika sebuah negeri menerapkan sistem pemerintahan yang menjamin kebebasan kepemilikan. Sumbar daya alam bebas dimiliki siapa saja yang memiliki uang sekalipun itu menjadi penopang hajat hidup orang banyak. Konstitusi hanyalah tinggal konstitusi, pasal 33 ayat ?? hanyalah tinggal sebuah tulisan tanpa makna, tidak lagi dijadikan aturan hukum tinggi yang harus ditaati dan dijalankan. Hal ini membuktikanrapuhnya hukum buatan manusia, bisa dilanggar siapa saja asal dia berkuasa (baca: berduit).
Walaupun dijajaran pemerintah Indonesia mayoritas muslim, tapi sayangnya tidak pernah ada yang berusaha mengusulkan Islam sebagai solusi dari permasalahan migas ini. Padahal Islam memiliki pengaturan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk masalah pengelolaan sumber daya ala. Menurut syariah Islam, tambang yang deposit atau cadangannya sangat besar adalah milik publik yang tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi asing. Atas dasar itu, kekayaan alam tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi asing. Tapi sayangnya, sekalipun ada yang mengusulkan Islam sebagai solusi tapi hal itu tidak akan terwujud karena sama saja menghancurkan mereka (kapitalis) yang berkuasa saat ini. Islam sebagai solisi hanya bisa diterapkan dengan penerapan syariah Islam secara total dalam bingkai Khilafah Rasyidah, bukan dengan sistem yang hanya mementingkan para pemilik modal saja. Demokrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar