Kamis, 29 Maret 2012

Mengembalikan Peran Partai Politik


Partai politik adalah organisasi politik yang menjalani menjalani tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus (id.wikipedia.org). Sementara dalam Islam istilah partai politik (Hizbun Siyasiy) berasal dari kata Hizb dan Siyasah. Imam al-Qurthubiy dalam tafsirnya memaknai kata hizb dalam surat al-Maidah ayat 56, Al-Mukminun ayat, 53 dan Mujadilah ayat 19 sebagai penolong, sahabat, kelompok (fariq), millah, kumpulan orang (rohth). Sementara itu, dalam kamus Al-Muhit, disebutkan: Sesungguhnya partai adalah sekelompok orang. Partai adalah seorang dengan pengikut dan pendukungnya yang punya satu pandangan dan satu nilai.’’ Sementara siyasah/politik adalah melakukan sesuatu yang memberi mashlahat padanya (Lisanul Arab, Ibn Mandzur). Sehingga definisi Parpol adalah merupakan suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, cita-cita dan tujuan yang sama dalam rangka mengurusi urusan rakyat (www.hizbut-tahrir.or.id).

Sejak merebaknya kasus korupsi akhir-akhir ini  yang menjerat banyak nama pejabat pemerintah dan tersangkutnya Partai Demokrat dalam kasus korupsi membuat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik kian menurun. Sebuah survey yang dilakukan oleh Centre of Strategic and International Studies (CSIS) 16-24 Januari 2012 lalu menemukan fakta bahwa mayoritas rakyat tidak lagi percaya kepada partai politik, hasilnya yaitu sekitar 87,4 persen. Angka ini mirip dengan survey sebelumnya yang dilakukan oleh LSI akhir tahun lalu yang menyatakan bahwa kepercyaan masyarakat Indonesia terhadap partai politik anjlok, hanya tinggal 23,4 persen saja. 

Tidak salah jika beberapa waktu lalu salah satu media massa ternama di tanah air, Republika  bekerja sama dengan PSKN Fakultas Hukum Unpad mengadakan sebuah forum  yang mengangkat tema ‘Partai Politik Masih Perlu Ga Sih?’. Mempertanyakan kelayakan partai politik untuk hidup di tengah-tengah masyarakat. Seperti yang nampak dihadapan mata, saat ini peran partai politik sudah bergeser. Tidak lagi sebagai penyalur aspirasi masyarakat, pemberi pencerdasan, dan pengontrol terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang merupakan fungsi sejati partai politik. Tetapi kondisi partai politik saat ini tidak ubahnya sebagai ladang untuk mencari kehidupan dan kekuasaan, korupsi yang melanda banyak anggota partai politik dan para wakil rakyat yang membuat undang-undang tidak pro rakyat merupakan cerminan mereka hari ini.

Munculnya perilaku partai politik yang demikian tidak lain adalah akibat dari sebuah mekanisme politik alias sistem politik yang membuat partai-partai politik mau tidak mau berlaku demikian. Biaya pemilu yang mahal, gaji yang tak seberapa setelah menjabat menjadikan mereka sibuk memutar otak bagaimana caranya mengembalikan uang yang telah mereka keluarkan dalam pesta demokrasi, pemilihan umum. Tidak salah jika ada guyonan yang mengatakan bahwa pejabat pemerintah yang menduduki kursi kekuasaannya selama 5 tahun akan disibukan di 3 tahun pertamanya dengan mencari cara bagaimana agar uang yang mereka keluarkan selama pemilu itu dapat kembali dan di 2 tahun berikutnya adalah bagaimana mempersiapkan diri dan partai untuk menghadapi pemilu yang akan datang. Akhirnya rakyat tidak terurus. Maka pantas jika angka kemiskinan tiap hari semakin meningkat.

Pemilu dan demokrasi adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Tanpa pemilu proses demokrasi tidak akan pernah berjalan. Tanpa biaya yang besar pemilu juga tidak bisa dilaksanakan. Itu artinya demokrasi membutuhkan biaya yang besar, maka tidak salah jika kita partai-partai politik yang katanya memperjuangkan rakyat melalui jalan demorkasi tidak akan mampu menjalankan fungsinya sebagai sebuah badan yang mengurusi urusan umat; penyalur aspirasi umat,  pencerdas dan pengontrol pemerintah. Mereka akan disibukan dengan bagaimana mengembalikan modal yang selama ini dikeluarkan untuk pemilu dan bagaimana caranya agar dipemilu selanjutnya rakyat masih mau untuk memilih sehingga kekuasaan saat ini tetap ditangan atau bahkan bisa lebih tinggi lagi. Demokrasi inilah yang justru menggerus idealisme partai yang ingin memperjuangkan umat tetapi malah menjadikan mereka sebagai alat politik untuk mendapatkan kekuasaan dalam pemilu.

Tidakkah harusnya kita sekarang mempertanyakan demokrasi yang oleh pencetusnya sendiri yaitu Aristoteles dikatakan sebagai sebuah sistem yang gagal masih harus dipertahankan untuk menaungi kehidupan partai politik yang saat ini menjamur dimana-mana? Yang dengan demokrasi peran dan fungsi partai politik justru melenceng jauh dari yang seharusnya. Perlu disadari bersama bahwa kita sudah seharusnya mencampakkan sistem demokrasi ini dengan mencari sistem politik lain yang mampu mengembalikan peran dan fungsi partai politik ke rel yang benar sebagai penyalur aspirasi umat,  pencerdas masyarakat, dan pengontrol pemerintah. Sebuah sistem yang menjadikan partai politik bukan lagi sebagai kendaraan untuk meraih kekayaan dan kekuasaan tetapi bagaimana menjadikan partai politik sebagai pengontrol penguasa agar kehidupan masyarakat tetap terjamin kesejahteraannya dengan memberikan pencerdasan kepada masyarakat dan yang akan menjadi pendengar aspirasi masyarakat.

Sebuah sistem yang paripurna yang terbukti secara empiris mampu mensejahterakan manusia selama 14 abad, yang berasal dari yang Maha Sempurna yaitu sistem Islam. Dengan sistem Islam ini, partai tidak lagi memikirkan bagaimana meraih kekuasaan dan pendapatkan kekayaan tetapi kembali kepada fungsinya sebagai partai politik yang mengurusi urusan umat; penyalur aspirasi umat, pencerdas umat dan pengontrol pemerintah. Melakukan amar makruf nahyi munkar kepada masyarakat dan terutama kepada penguasa agar tetap menjalankan aturan dari yang Maha Sempurna agar masyarakat tetap mendapatkan kesejahteraannya. Hanya dengan sistem Islamlah partai politik akan mampu kembali menemukan peran sejatiya dan menjalankan kembali fungsinya sebagai sebuah badan yang mengurusi urusan umat; penyalur aspirasi umat, pencerdas umat dan pengontrol pemerintah.

dimuat
di http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/12/04/03/m1svbm-mengembalikan-peran-partai-politik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar