Rabu, 07 Maret 2012
Premanisme: Buah Kapitalisme-Sekulerisme
Aksi premanisme di negeri ini semakin menggila. Kamis (23/2) lalu sekelompok preman menyerbu kelompok seterunya di Rumah Duka, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta Pusat dini hari yang menewaskan dua korban jiwa. Ironisnya, aksi premanisme itu terjadi di kompleks rumah sakit milik TNI Angkatan Darat dan tidak jauh dari pos polisi.
Bentuk aksi premanisme yang beragam dari yang kecil sampai yang besar, mulai pak Ogah di jalanan, mengamen/mengemis seraya memaksa sampai penagih utang (debt collector) mengintai masyarakat. Tak salah rasanya jika setiap saat masyarakat dihantui ketakutan akibat aksi premanisme tersebut.
Diakui atau tidak, selain akibat kemiskinan dan pengangguran, aksi premanisme ini tumbuh dan menggurita karena tidak adanya sanksi hukum yang tegas yang mampu memberikan efek jera bagi pelaku aksi premanisme ini. Selain itu, adanya 'simbiosis mutualisme' antara aparat dan preman membuat aksi premanisme ini semakin menjadi. Bukan rahasia lagi, banyak preman yang dipelihara oknum TNI atau Polri.
Untuk memberantas premanisme perlu ketegasan yang berkelanjutan. Polri jangan cuma bersemangat menuntaskan kasus premanisme dengan kejadian besar saja, seperti kasus John Kei dan pembantaian di RSPAD. Tetapi juga berkelanjutan dalam menindak setiap kasus kriminalitas lainnya walaupun itu kecil. Sistem hukum dan sanksi yang memberikan efek jera sangat dibutuhkan untuk menghentikan semua ini.
Hal yang tidak kalah penting untuk menghentikan kasus ini adalah pemeritah harus menyediakan lapangan kerja bagi seluruh rakyat dan membina ketakwaan masyarakat yang bisa diwujudkan dengan pendidikan yang gratis baik formal maupun informal yang dapat menjangkau semua lapisan masyarakat. Dengan keimanan dan ketakwaan yang senantiasa dipupuk maka dalam diri masyarakat terbentuk kontrol diri yang kuat dan bisa menjadi benteng menghalangi munculnya aksi premanisme. Sehingga rasa aman akan bisa dinikmati oleh seluruh rakyat.
Sayangnya hal tersebut akan sangat sulit sekali diwujudkan dalam kehidupan demokrasi yang serba bebas seperti sekarang ini. Paham sekulerisme yang memisahkan agama dari pengaturan kehidupan inilah yang membuat faktor keimanan dinihilkan. Sehingga perisai diri untuk tidak berbuat jahat pun menjadi sedemikian tipis bahkan tidak ada.
Butuh adanya sebuah sistem aturan kehidupan yang bisa menumbuhkan keimanan dan ketakwaan individu sehingga mampu menjadi benteng untuk tidak melakukan tindakan kriminalitas, menyediakan lapangan kerja bagi rakyat, dan memberikan sanksi hukum yang memberikan efek jera. Kondisi seperti ini hanya mampu ditemukan dalam sistem Islam.
1.3.2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar