Minggu, 17 Februari 2013

Saya Memandang 'Mereka'


Beberapa bulan ke belakang dan bahkan sampai saat ini (Januari), rasanya hampir tiap minggu ada saja pembicaraan tentang menggenapkan separuh dien. Entah itu tentang ajakan ta’aruf , bocoran tentang yang sedang khitbah, undangan pernikahan, sampai jadi tamu dan panitia di walimahan.

Menggembirakan memang mendengar sahabat yang akan segera menggenapkan diennya. Tapi kadang sedih mendengar bocoran proses khitbah yang (dalam pandangan sempit dan picik saya) berjalan tidak kurang baik.

Pernah terlintas dalam pikiran saya tentang mereka yang menjalani proses khitbah terlalu lama (masih harus menunda pernikahannya 1 atau 2 tahun lagi karena suatu hal atau malah tidak pernah bertarget kapan akhirnya menikah), mereka melakukan LDR, long distance relationship.

Pikiran itu muncul setelah saya beberapa bulan lalu sedikit berbincang dengan seorang ibu dengan empat anak yang mengatakan “fenomena menikah dengan teman yang se-organisasi (Islam) memang banyak dan kasus laki-laki 'nge-tag' perempuannya dari jauh-jauh hari ini sudah terjadi dari dulu-dulu. Menurut saya, kalo memang masih kuliah lebih baik tidak menjalani proses khitbah dulu, apalagi kalo nikahnya masih lama karena harus nunggu lulus dulu, lebih baik nanti aja. Lulus aja dulu, kalo kayak gitu, apa bedanya sama orang biasa yang pacaran”

Terlihat picik pandangan saya? Memang. Tapi (katakanlah ini pembelaan diri saya) kadang interaksi yang terjadi tidak jauh berbeda dengan mereka yang melakukan LDR. Memang tidak pernah bertemu secara langsung, tapi interaksi yang mungkin mereka lakukan di ranah yang tidak bisa dijangkau publik (sms, DM Twitter, Inbox FB misalnya) kadang begitu intens (walaupun memang ada yang mengatakan setelah khitbah mengatakan rasa sayang dan lain sebagainya diperbolehkan). Tidak bisa di generalisir memang, tapi inilah beberapa kenyataan yang saya temui. Dan saya tidak suka dengan itu!

Bukan tanpa alasan sebenarnya saya mengatakan hal ini, selain karena kedangkalan ilmu yang saya miliki juga karena beberapa fakta lapangan memang seperti itu yang saya lihat. Dan saya kecewa mendapati semua itu.  Tapi saya mencoba menjadi orang dewasa dengan mencari sisi baik dari apa yang saya lihat. Allah SWT memberikan pelajaran dan peringatan kepada saya agar nanti tidak melakukan kesalahan yang sama.

Secara konsep dan realita jujur saja saya masih belum memahami batasan interaksi yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam proses khitbah itu seperti apa. Ini juga mungkin yang membuat saya mengatakan ada proses khitbah yang berjalan tidak baik. Ini pula yang akan coba saya gali kepada mereka, guru-guru saya yang sudah menikah tentunya agar dapat memberikan arahan yang jelas dan batasan yang tegas sejauh mana seorang perempuan berinteraksi dengan laki-laki yang mengkhitbahnya.

Tetapi, secara perasaan saya benar-benar tidak dapat membohongi diri bahwa hal itu memberikan image buruk dimata saya. Penilaian baik-buruk seorang manusia memang sering disandarkan pada perasaannya saja, tetapi ternyata aspeknya tidak hanya itu. Kesesuaian dengan fitrahnya sebagai manusia, akal juga bermain menghukumi fakta yang diindranya, juga melihat adanya kemungkinan siksa dan pahala yang bisa ada disana. Dan itu yang sedang saya terapkan dalam menilai 'proses' mereka menurut konsep khoir-syar dan hasan-qobih yang saya pahami.

Entahlah dari engle mana yang membuat saya memiliki penilaian seperti itu, tapi yang jelas akal dan perasaan saya mengatakan bahwa 'episode' yang mereka jalani berjalan belum cukup baik. Alasannya mungkin sederhana dan bahkan terdengar sepele, hanya karena interaksi yang dilakukan terjadi diantara mereka yang bukan mahrom. Itu saja.

Pernikahan, sebuah proses yang mungkin untuk menegaskannya hanya sebentar, butuh beberapa menit saja. Diwujudkan dengan proses ijab qobul. Sebuah proses yang mungkin sangat diidam-idamkan oleh semua orang atau mungkin juga sangat dihindari. 

Marriage is never ending process.

Pernikahan,episode yang mungkin akan dilalui oleh setiap orang atau mungkin juga tidak. Itu adalah pilihan. Di awali dengan proses ta’aruf dan khitbah dengan waktu yang bervariasi, singkat atau kadang panjang. Tersembunyi dan disembunyikan atau disembunyikan dan dibocorkan.

Pernikahan, sebuah langkah awal dalam melahirkan generasi penerus yang akan melanjutkan perjuangan pendahulunya untuk dimenangkan atau mati dengan terhormat karena dibunuh dan bukan jadi pecundang yang lari dari medan perang.

Entah apa jadinya jika sejak gelas dibuat yang akan digunakan untuk minum itu dilubangi???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar