- Ditengah rasa bosan masyarakat dengan hiruk pikuk tayangan kehidupan perpolitikan Indonesia, kisruh soal pengelolaan migas di negeri ini kembali mencuat. Sayangnya masalah penentuan pengelolaan lapangan gas terbesar di negeri ini, lapangan migas Blok Mahakam Kalimantan Timur, luput dari perhatian masyarakat. Blok Mahakam dikuasai Total E&P Indonesie (Perancis) dan Inpex Corporation Jepang sejak 31 Maret 1967 dan berlaku selama 30 tahun hingga 31 Maret 1997 dan diperpanjang selama 20 tahun, sehingga kontrak akan berakhir pada 31 Maret 2017.
Blok Mahakam diperkirakan masih memiliki sebanyak 11,7 % cadangan terbukti gas nasional atau 12,7 TCF -triliun kaki kubik-. Cadangan yang tersisa itu nilainya tentu sangat besar. Jika diasumsikan harga gas rata-rata US$ 15/MMBtu, maka pendapatan kotor yang bisa didapat dari cadangan ini bisa lebih dari US$ 187 milyar atau lebih dari Rp 1.700 triliun. Sementara dari hasil minyaknya, dengan produksi minyak Blok Mahakam saat ini sebesar 67.478 barel per hari, jika diasumsikan harga jual minyak mentahnya US$ 100 per barel, maka bisa didapat hasil kotor US$ 6,748 juta per hari atau lebih dari Rp 60,730 miliar per hari (Rp 22,167 triliun per tahun).
Dengan keuntungan yang begitu besar maka sangat wajar jika dua perusahaan asing itu ingin tetap menguasai Blok Mahakam dengan memperpanjang kontrak Blok Mahakam kepada pemerintah selama 25 tahun hingga 2042 tepat lima tahun sebelum kontrak berakhir. Berbagai lobi tingkat tinggi pun dilakukan. Perdana Menteri Prancis Francois Fillon sengaja datang ke Indonesia pada Juli 2011 untuk meminta perpanjangan kontrak Mahakam. Menteri Perdagangan Luar Negeri Prancis Nicole Bricq melobi Menteri ESDM Jero Wacik saat berada di Paris, 23 Juli 2012, untuk hal yang sama. Lobi juga dilakukan oleh CEO Inpex Toshiaki Kitamura saat bertemu Wapres Boediono dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 14 September 2012.
Walaupun hingga saat ini keputusan pemerintah masih mengambang, setidaknya gayung belum bersambut karena pemerintah Indonesia belum menyetujui lobi yang dilakukan oleh pembesar kedua negara perusahaan asing tersebut itu pun setelah masyarakat memberikan penolakan dengan membuat “Petisi Blok Mahakam untuk Rakyat” yang digalang oleh IRESS (Indonesian Resourses Studies). Namun sayangnya, sepertinya pemerintah negeri ini dibentuk hanya untuk melanggengkan kekuasaan para kapitalis, pernyataan Menteri ESDM, Wamen ESDM dan Kepala BP Migas justru cenderung untuk kembali memperpanjang kontrak kepada asing. Bahkan dengan congkaknya Wamen ESDM menyatakan Pertamina tidak akan mumpuni mengelola Blok Mahakam.
Inilah yang terjadi ketika sebuah negeri menerapkan sistem pemerintahan yang menjamin kebebasan kepemilikan. Sumbar daya alam bebas dimiliki siapa saja yang memiliki uang sekalipun itu menjadi penopang hajat hidup orang banyak. Konstitusi hanyalah tinggal konstitusi, pasal 33 ayat ?? hanyalah tinggal sebuah tulisan tanpa makna, tidak lagi dijadikan aturan hukum tinggi yang harus ditaati dan dijalankan. Hal ini membuktikanrapuhnya hukum buatan manusia, bisa dilanggar siapa saja asal dia berkuasa (baca: berduit).
Walaupun dijajaran pemerintah Indonesia mayoritas muslim, tapi sayangnya tidak pernah ada yang berusaha mengusulkan Islam sebagai solusi dari permasalahan migas ini. Padahal Islam memiliki pengaturan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk masalah pengelolaan sumber daya ala. Menurut syariah Islam, tambang yang deposit atau cadangannya sangat besar adalah milik publik yang tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi asing. Atas dasar itu, kekayaan alam tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi asing. Tapi sayangnya, sekalipun ada yang mengusulkan Islam sebagai solusi tapi hal itu tidak akan terwujud karena sama saja menghancurkan mereka (kapitalis) yang berkuasa saat ini. Islam sebagai solisi hanya bisa diterapkan dengan penerapan syariah Islam secara total dalam bingkai Khilafah Rasyidah, bukan dengan sistem yang hanya mementingkan para pemilik modal saja. Demokrasi.
Senin, 10 Desember 2012
Status Baru Palestina : Jebakan Barat untuk Dunia Islam
Palestina kembali meradang. Setelah mengakhiri pembantaiannya pada 2008 lalu, tepat tanggal 1 Muharram 1434 H, dimana umat di belahan dunia lain sedang bergembira menyambut tahun baru Islam, Israel kembali melakukan penyerangan dan pembantaian terhadap Palestina. Diawali dengan pembunuhan pembesar Hamas, Israel seolah berkata “tidak ada senyum untuk Palestina, cukup hanya air mata saja”
Setelah hampir menginjak penyerangan hari ke 20, rakyat Palestina seolah mendapat angin segar dari dunia karena mulai saat ini Palestina mendapat pengakuan resmi dari PBB setelah 138 negara menyetujui peningkatan status Palestina dari "entitas" menjadi "negara pengamat non-anggota" seperti halnya Vatikan. Dengan ini Palestina bisa mendapatkan pembelaan jika suatu saat nanti kembali mendapatkan penyerangan dari Israel. Harapan lainnya adalah hal tersebut dapat meredakan dan mengakhiri konflik antara Israel dan Palestina yang terjadi sejak puluhan tahun silam.
Tidak ada makan siang yang gratis. Mungkin kalimat pendek ini harus diingat oleh negeri muslim manapun ketika Barat memberikan sebuah ‘kebaikan’. Hal ini pula yang terjadi ketika voting untuk dukungan Palestina dilakukan. Inggris memiliki syarat ketika Palestina meminta Inggris untuk memberikan dukungan bagi Palestina di PBB. Inggris meminta Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas berjanji tidak akan mengejar Israel atas kejahatan perang dan akan melanjutkan pembicaraan perdamaian dengan Israel.
Perjanjian damai antara Palestina dan Israel tidaklah menguntungkan kedua belah pihak. Palestina hanya sapi perah Israel yang ketika datang dengan baik-baik kepada Palestna tidak lain hanyalah untuk mengambil tanah suci al Quds bukan yang lain. Sejak berdirinya negara Israel hingga saat ini, wilayah Palestina terus menerus berkurang hingga luasny tidak lebih besar dari Pulau Jawa.
Pengakuan dari PBB atas Palestina itu bukanlah solusi bagi Palestina, karena hal tersebut sama saja artinya juga mengakui eksistensi negara Israel atas tanah suci kaum Muslim. Dan PBB bukanlah pelindung Palestina karena sesungguhnya mereka yang ada dibalik PBB adalah negara-negara yang menolak Palestina, Amerika-Israel dan sekutu-sekutunya yang justru menjadi dalang dibalik pembantaian muslim di Palestina.
Inilah cara Barat memalingkan kaum muslim dari meraih kemenanngan yang sebenarnya. Ini pula lah cara Barat untuk semakin menekan riak-riak penegakan syariat Islam yang kini sedang menggaung di berbagai belahan negeri kaum muslim. Barat dan sekutunya takut jika mereka harus kembali berhadapan dengan sosok seperti Sultan Abdul Hamid II, pemimpin Kekhilafahan Utsmani yang dengan tegas menyatakan "Aku tidak akan melepaskan walaupun segenggam tanah ini (Palestina), Karena ia bukan miliku. Tanah itu adalah hak umat. Umat ini telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka..Yahudi silahkahkan menyimpan harta mereka. Jika Khilafah Islam dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara Aku hidup, Aku lebih rela menusukan ke tubuhku daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islam. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selama kami masih hidup!"
Seperti itulah yang seharusnya dilakukan dan diteriakkan oleh pemimpin negeri kaum muslim dalam membebaskan Palestina, bukan berdamai dengan makhluk yang Allah pun melaknatnya. Sayangnya sosok seperti Sultan Abdul Hamid II memang tidak akan pernah kita temukan di zaman yang semuanya menjadikan Barat sebagai kiblat. Pemimpin negeri-negeri muslim saat ini tidak lebih hanya sebagai boneka yang digunakan Barat untuk memuluskan rencana-rencana busuknya. Sosok Sultan Abdul Hamid II hanya akan kita dapatkan ketika kaum muslimin kembali memiliki sebuah institusi kokoh yang akan menjaga setiap jengkal tanah kaum muslim dari rongrongan kafir Barat.
dimuat di http://www.al-khilafah.org/2012/12/status-baru-palestina-jebakan-barat.html
Setelah hampir menginjak penyerangan hari ke 20, rakyat Palestina seolah mendapat angin segar dari dunia karena mulai saat ini Palestina mendapat pengakuan resmi dari PBB setelah 138 negara menyetujui peningkatan status Palestina dari "entitas" menjadi "negara pengamat non-anggota" seperti halnya Vatikan. Dengan ini Palestina bisa mendapatkan pembelaan jika suatu saat nanti kembali mendapatkan penyerangan dari Israel. Harapan lainnya adalah hal tersebut dapat meredakan dan mengakhiri konflik antara Israel dan Palestina yang terjadi sejak puluhan tahun silam.
Tidak ada makan siang yang gratis. Mungkin kalimat pendek ini harus diingat oleh negeri muslim manapun ketika Barat memberikan sebuah ‘kebaikan’. Hal ini pula yang terjadi ketika voting untuk dukungan Palestina dilakukan. Inggris memiliki syarat ketika Palestina meminta Inggris untuk memberikan dukungan bagi Palestina di PBB. Inggris meminta Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas berjanji tidak akan mengejar Israel atas kejahatan perang dan akan melanjutkan pembicaraan perdamaian dengan Israel.
Perjanjian damai antara Palestina dan Israel tidaklah menguntungkan kedua belah pihak. Palestina hanya sapi perah Israel yang ketika datang dengan baik-baik kepada Palestna tidak lain hanyalah untuk mengambil tanah suci al Quds bukan yang lain. Sejak berdirinya negara Israel hingga saat ini, wilayah Palestina terus menerus berkurang hingga luasny tidak lebih besar dari Pulau Jawa.
Pengakuan dari PBB atas Palestina itu bukanlah solusi bagi Palestina, karena hal tersebut sama saja artinya juga mengakui eksistensi negara Israel atas tanah suci kaum Muslim. Dan PBB bukanlah pelindung Palestina karena sesungguhnya mereka yang ada dibalik PBB adalah negara-negara yang menolak Palestina, Amerika-Israel dan sekutu-sekutunya yang justru menjadi dalang dibalik pembantaian muslim di Palestina.
Inilah cara Barat memalingkan kaum muslim dari meraih kemenanngan yang sebenarnya. Ini pula lah cara Barat untuk semakin menekan riak-riak penegakan syariat Islam yang kini sedang menggaung di berbagai belahan negeri kaum muslim. Barat dan sekutunya takut jika mereka harus kembali berhadapan dengan sosok seperti Sultan Abdul Hamid II, pemimpin Kekhilafahan Utsmani yang dengan tegas menyatakan "Aku tidak akan melepaskan walaupun segenggam tanah ini (Palestina), Karena ia bukan miliku. Tanah itu adalah hak umat. Umat ini telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka..Yahudi silahkahkan menyimpan harta mereka. Jika Khilafah Islam dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara Aku hidup, Aku lebih rela menusukan ke tubuhku daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islam. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selama kami masih hidup!"
Seperti itulah yang seharusnya dilakukan dan diteriakkan oleh pemimpin negeri kaum muslim dalam membebaskan Palestina, bukan berdamai dengan makhluk yang Allah pun melaknatnya. Sayangnya sosok seperti Sultan Abdul Hamid II memang tidak akan pernah kita temukan di zaman yang semuanya menjadikan Barat sebagai kiblat. Pemimpin negeri-negeri muslim saat ini tidak lebih hanya sebagai boneka yang digunakan Barat untuk memuluskan rencana-rencana busuknya. Sosok Sultan Abdul Hamid II hanya akan kita dapatkan ketika kaum muslimin kembali memiliki sebuah institusi kokoh yang akan menjaga setiap jengkal tanah kaum muslim dari rongrongan kafir Barat.
dimuat di http://www.al-khilafah.org/2012/12/status-baru-palestina-jebakan-barat.html
Jumat, 19 Oktober 2012
KPK-Polri, Siapa yang Salah?
Korupsi, sepertinya akan menjadi sebuah kata yang tidak
akan pernah lekang dimakan zaman untuk negeri zamrud khatulistiwa ini,
dan seolah tidak ada matinya. Kasus korupsi di negeri ini nampaknya
sudah mendarah daging bukan hanya di jajaran kelas teri, tapi juga di
kalangan kelas kakap, pejabat pemerintah yang katanya memperjuangkan
nasib rakyat.
Sungguh hebat memang, bukannya menurun, kenyataan yang ada justru memperlihatkan angka korupsi semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Belum selesai masalah korupsi, kali ini pihak yang harusnya memberantas korupsi justru terjebak pada kasus korupsi pengadaan simulator mengemudi Polri.
Seolah bukan sebuah masalah yang pelik, sikap pemerintah terkesan lamban dalam menangani kasus korupsi yang terus terjadi, termasuk dalam kasus pengadaan simulator mengemudi ini. Perseteruan KPK dan Polri berakhir setelah Presiden SBY akhirnya membuat keputusan tegas dengan menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus hukum tersebut kepada KPK.
Drama "pertarungan" KPK vs Polri ini cukup menyita perhatian masyarakat yang lebih membela KPK sebagai "cicak" yang tertindas oleh "buaya". Padahal yang perlu sangat dicermati adalah penanganan pemerintah terhadap korupsi yang telah berurat akar ini. Mencoba melihat pangkal dan permasalahan korupsi adalah hal terbaik untuk menuntaskan kasus yang banyak menjerat para kerah putih itu.
Tidak hanya faktor individu yang menjadi penyebab menjamurnya kasus korupsi di negeri ini, tetapi banyak faktor lain yang menumbuhsuburkan kejahatan perampokan uang rakyat tersebut. Di antaranya adalah tidak adanya hukum yang memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan korupsi ini. Hal ini terlihat salah satunya terlihat dari lamanya hukuman bagi para koruptor yang hanya sekira dua tahun. Bahkan jika diberi remisi, hukuman mereka hanya tinggal sembilan bulan.
Usulan berulang-ulang disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD yang mendorong agar hukuman mati bagi koruptor benar-benar dilaksanakan ternyata ditanggapi santai oleh pemerintah. Hal ini terlihat juga dari sikap abai pemerintah atas desakan yang sering dikeluarkan ketua MK dalam berbagai kesempatan agar Undang-Undang (UU) Pembuktian Terbalik segera disahkan. Padahal UU tersebut sudah diajukan sejak era Presiden Gus Dur, tapi nampaknya DPR seperti enggan membahasnya.
Sebenarnya mahalnya biaya pesta demokrasilah yang membuat kejahatan yang dilakukan oleh kerah putih ini semakin menggila. Pasalnya, proses politik demokrasi, khususnya proses Pemilu dan Pilkada, memang tidak membutuhkan dana yang sedikit. Bisa kita bayangkan besarnya rupiah yang harus dikeluarkan untuk maju menjadi caleg dibutuhkan, bukan hanya puluhan dan ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan bahwa biaya minimal yang dikeluarkan seorang calon sekira Rp20 miliar, akan tetapi untuk daerah yang kaya, biayanya bisa sampai Rp100-150 miliar. Jika ditambah dengan ongkos untuk berperkara di MK, tentunya biaya yang dikeluarkan akan semakin tinggi. Sedangkan gaji yang diterima setelah mendapatkan kekuasaan tak seberapa. Maka tidak salah jika mereka menjadikan korupsi sebagai satu-satunya cara cepat yang bisa dilakukan oleh para penguasa dan wakil rakyat untuk mengembalikan biaya politik yang mereka keluarkan saat pemilu.
Tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa untuk dua tahun pertama pejabat sibuk memutar otak bagaimana mengembalikan modal kampanye saat pemilu lalu dan tiga tahun berikutnya berpikir keras bagaimana caranya agar di pemilihan umum periode berikutnya masih bisa bersaing untuk memperebutkan kursi panas anggota dewan.
Sistem demokrasilah yang salah, bukan KPK ataupun Polri. Sistem demokrasilah yang melahirkan para pemimpin bermental korup, zalim, dan rakus. Demokrasi jugalah yang telah membiasakan para penguasanya untuk gemar berbuat curang, menerima suap, korupsi, dan melakukan kolusi yang merugikan rakyat. Sistem pemerintahan ini sesungguhnya penyebab kerusakan penguasa dan pemerintahan yang sekarang ada bukanlah lagi sekadar disebabkan bejatnya moral para pemimpin, tapi karena kebusukan sistemnya.
Tidakkah seharusnya kita sekarang mulai cerdas melihat demokrasi yang katanya sistem pemerintahan terbaik ternyata justru menjadi penyebab menjamurnya korupsi di negari ini serta mencari sebuah sistem tata kenegaraan baru yang mampu memberantas korupsi secara tuntas? Mencari sebuah sistem yang mampu melahirkan pejabat yang amanah, yang benar-benar mengurusi kepentingan rakyat bukan hanya kepentingan dirinya sendiri. Sistem yang akan membuat setiap individu di dalamnya takut untuk melakukan kejahatan dan sistem yang mampu membuat masyarakat cerdas dan mampu menjadi kontrol pemerintah saat menjalankan tugasnya sebagai pengurus rakyat. Tentu bukan kembali kepada sosialis yang sudah runtuh tapi kepada sistem Islam yang mempunyai aturan yang paripurna karena berasal dari Yang Maha Sempurna, Allah SWT.
Sungguh hebat memang, bukannya menurun, kenyataan yang ada justru memperlihatkan angka korupsi semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Belum selesai masalah korupsi, kali ini pihak yang harusnya memberantas korupsi justru terjebak pada kasus korupsi pengadaan simulator mengemudi Polri.
Seolah bukan sebuah masalah yang pelik, sikap pemerintah terkesan lamban dalam menangani kasus korupsi yang terus terjadi, termasuk dalam kasus pengadaan simulator mengemudi ini. Perseteruan KPK dan Polri berakhir setelah Presiden SBY akhirnya membuat keputusan tegas dengan menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus hukum tersebut kepada KPK.
Drama "pertarungan" KPK vs Polri ini cukup menyita perhatian masyarakat yang lebih membela KPK sebagai "cicak" yang tertindas oleh "buaya". Padahal yang perlu sangat dicermati adalah penanganan pemerintah terhadap korupsi yang telah berurat akar ini. Mencoba melihat pangkal dan permasalahan korupsi adalah hal terbaik untuk menuntaskan kasus yang banyak menjerat para kerah putih itu.
Tidak hanya faktor individu yang menjadi penyebab menjamurnya kasus korupsi di negeri ini, tetapi banyak faktor lain yang menumbuhsuburkan kejahatan perampokan uang rakyat tersebut. Di antaranya adalah tidak adanya hukum yang memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan korupsi ini. Hal ini terlihat salah satunya terlihat dari lamanya hukuman bagi para koruptor yang hanya sekira dua tahun. Bahkan jika diberi remisi, hukuman mereka hanya tinggal sembilan bulan.
Usulan berulang-ulang disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD yang mendorong agar hukuman mati bagi koruptor benar-benar dilaksanakan ternyata ditanggapi santai oleh pemerintah. Hal ini terlihat juga dari sikap abai pemerintah atas desakan yang sering dikeluarkan ketua MK dalam berbagai kesempatan agar Undang-Undang (UU) Pembuktian Terbalik segera disahkan. Padahal UU tersebut sudah diajukan sejak era Presiden Gus Dur, tapi nampaknya DPR seperti enggan membahasnya.
Sebenarnya mahalnya biaya pesta demokrasilah yang membuat kejahatan yang dilakukan oleh kerah putih ini semakin menggila. Pasalnya, proses politik demokrasi, khususnya proses Pemilu dan Pilkada, memang tidak membutuhkan dana yang sedikit. Bisa kita bayangkan besarnya rupiah yang harus dikeluarkan untuk maju menjadi caleg dibutuhkan, bukan hanya puluhan dan ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan bahwa biaya minimal yang dikeluarkan seorang calon sekira Rp20 miliar, akan tetapi untuk daerah yang kaya, biayanya bisa sampai Rp100-150 miliar. Jika ditambah dengan ongkos untuk berperkara di MK, tentunya biaya yang dikeluarkan akan semakin tinggi. Sedangkan gaji yang diterima setelah mendapatkan kekuasaan tak seberapa. Maka tidak salah jika mereka menjadikan korupsi sebagai satu-satunya cara cepat yang bisa dilakukan oleh para penguasa dan wakil rakyat untuk mengembalikan biaya politik yang mereka keluarkan saat pemilu.
Tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa untuk dua tahun pertama pejabat sibuk memutar otak bagaimana mengembalikan modal kampanye saat pemilu lalu dan tiga tahun berikutnya berpikir keras bagaimana caranya agar di pemilihan umum periode berikutnya masih bisa bersaing untuk memperebutkan kursi panas anggota dewan.
Sistem demokrasilah yang salah, bukan KPK ataupun Polri. Sistem demokrasilah yang melahirkan para pemimpin bermental korup, zalim, dan rakus. Demokrasi jugalah yang telah membiasakan para penguasanya untuk gemar berbuat curang, menerima suap, korupsi, dan melakukan kolusi yang merugikan rakyat. Sistem pemerintahan ini sesungguhnya penyebab kerusakan penguasa dan pemerintahan yang sekarang ada bukanlah lagi sekadar disebabkan bejatnya moral para pemimpin, tapi karena kebusukan sistemnya.
Tidakkah seharusnya kita sekarang mulai cerdas melihat demokrasi yang katanya sistem pemerintahan terbaik ternyata justru menjadi penyebab menjamurnya korupsi di negari ini serta mencari sebuah sistem tata kenegaraan baru yang mampu memberantas korupsi secara tuntas? Mencari sebuah sistem yang mampu melahirkan pejabat yang amanah, yang benar-benar mengurusi kepentingan rakyat bukan hanya kepentingan dirinya sendiri. Sistem yang akan membuat setiap individu di dalamnya takut untuk melakukan kejahatan dan sistem yang mampu membuat masyarakat cerdas dan mampu menjadi kontrol pemerintah saat menjalankan tugasnya sebagai pengurus rakyat. Tentu bukan kembali kepada sosialis yang sudah runtuh tapi kepada sistem Islam yang mempunyai aturan yang paripurna karena berasal dari Yang Maha Sempurna, Allah SWT.
Jumat, 08 Juni 2012
Menikah hanya karena cinta?
yang berawal hanya dari rasa suka?
Tidak ada yang bisa memungkiri itu,
juga tidak bisa menyalahkan,
karena memang itu tak sepenuhnya salah.
Takut Allah tida ridho, itu saja.
Hanya karena memilih bukan karena melihat agamanya
tetapi hanya menuruti kata hati saja
bukan tidak membolehkan
tapi apakah hidup ini hanya untuk membahagiakan diri sendiri saja?
Menikah tidak sekedar menyalurkan gharizah,
tapi juga menata dakwah,
dan meniti jalannya yang tidak mudah.
Jika menikah tanpa ada eskalasi dakwah,
sebaiknya kubur saja cinta pada manusia itu.
yang berawal hanya dari rasa suka?
Tidak ada yang bisa memungkiri itu,
juga tidak bisa menyalahkan,
karena memang itu tak sepenuhnya salah.
Takut Allah tida ridho, itu saja.
Hanya karena memilih bukan karena melihat agamanya
tetapi hanya menuruti kata hati saja
bukan tidak membolehkan
tapi apakah hidup ini hanya untuk membahagiakan diri sendiri saja?
Menikah tidak sekedar menyalurkan gharizah,
tapi juga menata dakwah,
dan meniti jalannya yang tidak mudah.
Jika menikah tanpa ada eskalasi dakwah,
sebaiknya kubur saja cinta pada manusia itu.
Rabu, 09 Mei 2012
Visi Baru Pendidikan Indonesia
Potret generasi Indonesia saat ini
sungguh mengenaskan. Meskipun Indonesia sudah memasuki hari Pendidikan Nasional
2 Mei untuk yang ke sekian kalinya ternyata kualitas generasi bangsa ini justru
semakin terpuruk. Fakta maraknya tawuran antar pelajar dan demonstrasi
mahasiswa mahasiswa yang didominasi oleh tindak kekerasan, kecurangan saat UN,
dan rendahnya akhlak generasi yang ditunjukkan dengan maraknya seks bebas tidak
bisa kita pungkiri.
Melihat fakta rusaknya generasi saat ini, tidak salah jika banyak pihak yang mengandalkan sektor pendidikan untuk menyelesaikan masalah generasi ini, alasannya adalah karena pendidikan lah yang mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada generasi saat ini dan alasan lainnya adalah pendidikan merupakan pilar peradaban yang darinya lah generasi yang berkualitas mampu dilahirkan.
Melihat fakta rusaknya generasi saat ini, tidak salah jika banyak pihak yang mengandalkan sektor pendidikan untuk menyelesaikan masalah generasi ini, alasannya adalah karena pendidikan lah yang mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada generasi saat ini dan alasan lainnya adalah pendidikan merupakan pilar peradaban yang darinya lah generasi yang berkualitas mampu dilahirkan.
Tidak salah jika pendapat tersebut muncul, akan tetapi kita harus ketahui bersama bahwa suatu sistem pendidikan sangat dipengaruhi oleh warna kebijakan dan perangkat sistem sebuah negara. Sistem pendidikan tidak akan pernah lepas dari aturan perundang-undangan yang lahir dari sistem politik serta kualitasnya tidak akan pernah terlepas dari kemampuan pembiayaan pendidikan yang ditentukan oleh negara tersebut. Dengan kata lain sistem pendidikan tidak akan pernah bisa lepas dari sistem politik dan ekonomi dari sebuah negara.
Potret pendidikan di Indonesia saat ini tentunya tidak jauh berbeda dengan sistem politik ekonomi yang diterapkan. Pandangan politik ekonomi negeri ini yang neoliberal membuat sikap pemerintah mau tidak mau harus mengikuti arus global dan sistem pendidikan nasional yang miskin visi hanya mampu mengarahkan penciptaan kapasitas peserta didik untuk memenuhi kebutuhan pasar atau industri. Sehingga kita tidak bisa menutup mata jika hari ini kita lihat potret generasi yang dihasilkan oleh sistem pendidikan yang berada di naungan sistem ekonomi kapitalis ini sangat jauh dari kata cemerlang.
Momentum besar di Mei ini, hari Pendidikan Nasional -dan Kebangkitan Nasional 20 Mei nanti- seharusnya bisa dijadikan momen yang refleksi bagi Indonesia untuk menemukan cara bagaimana memperbaiki kualitas generasi bangsa ini. Ditambah lagi Indonesia sebagai sebuah negara dengan berbagai potensi yang dimilikinya seharusnya mampu memiliki sendiri sistem pendidikan unik yang mampu melahirkan generasi cemerlang sehingga mampu membuat Indonesia menjadi sebuah negara yang bisa dipandang dengan oleh negara lain, menjadi negara maju yang mampu bersaing dengan negara-negara maju yang ada. Tidak harus dengan pandangan politik ekonomi kebanyakan negara di dunia saat ini tetapi Indonesia justru harus memiliki visi politik ekonomi berbeda yang mampu melahirkan generasi cemerlang yang tidak hanya memiliki keahlian saja tetapi juga memiliki kepribadian istimewa yang mampu menunjukkan nilai-nilai kebenaran.
Indonesia harus memiliki sebuah visi politik ekonomi baru yang harus mampu membuat generasi bangsa ini jauh dari kemunduran akibat virus pragmatisme, mental inferior, gaya hidup konsumtif, dan konsumtif. Sebuah visi politik ekonomi yang mampu menyajikan rancangan perubahan politik ekonomi secara menyeluruh sehingga mampu menghadirkan strategi pendidikan cemerlang sehingga mampu melahirkan generasi cemerlang seperti Muadz bin Jabbal yang dinobatkan sebagai hakim agung diusia yang beli, 18 tahun. Sebuah visi politik baru yang akan membawa negaranya menjadi negara yang besar, kuat, dan terdepan. Sebuah visi politik ekonomi yang memiliki paradigma baru yang berbeda dengan liberalisme saat ini, sebuah visi politik ekonomi yang terlahir dari asas yang tidak menegasikan agama dari kehidupan atau sekulerisme yaitu mengambil asas aturan Tuhan sebagai aturan kehidupan. Islam.
dimuat
di http://kampus.okezone.com/read/2012/05/09/367/626720/refleksi-hari-pendidikan-nasional-indonesia
Sabtu, 05 Mei 2012
Pit Stop
I need 'pit stop' for a while.
Although I'm ashamed to ask this.
Because ...
Rasulullah said to Khadijah after Jibril met him to gave revelation of You,
"There is no time for break after today, Khadijah".
But, I still ordinary person who has love.
I need a time for gather people that I loved.
God,
strong me to face this way until the time came,
when I gather with them.
With people that I loved.
Only for a while.
Remind me always with Your verse in the Qur'an that :
"If your fathers, your sons, your brothers, your wives, your kindred, the wealth that you have gained, the commerce in which you fear a decline, and the dwellings in which you delight are dearer to you than Allâh and His Messenger, and striving hard and fighting in His Cause, then wait until Allâh brings about His Decision (torment). And Allâh guides not the people who are Al-Fâsiqûn (the rebellious, disobedient to Allâh) (At-Taubah [9:24])"
O Allah,
I ask You in my dua.
Gathered me with them,
not only in this world but also next time, in the hereafter.
Amiin ...
Senin, 16 April 2012
Pengesahan RUU KKG, Sejuta Masalah Baru Bagi Semua Pihak
Feminisme adalah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme lahir karena adanya bias gender yang terjadi sejak masa dark ages di Eropa pada abad 5 – 15 M. Pada saat itu negara menganggap gender wanita sebagai aib, penyebab Adam diusir dari surga, container of satan. Dengan adanya mindset tersebut maka mulailah gender wanita diperlakukan berbeda, wanita dianggap sebagai warga kelas dua, di bawah laki-laki.
Kondisi kaum perempuan bisa dikatakan tidak jauh berbesa pada saat ini, berada dalam kenyataan buruk seperti keterkungkungan, kemiskinan, ketertinggalan, ketertindasan dan sebagainya semakin membuat jargon kesetaraan gender semakin lantang. Para pengusung ide gender equality atau kesetaraan gender menyatakan bahwa hal tersebut merupakan bentuk kepedulian terhadap nasib perempuan. Mencoba mengangkat nasib perempuan yang tertindas yang mereka anggap disebabkan karena adanya ketidaksetaraan (disparitas) gender dianggap sangat merugikan perempuan.
Perkembangan ide kesetaraan gender di Indonesia berkembang cukup pesat. Awalnya hanya sebuah tuntutan yang ingin mendapatkan kesamaan dalam mengakses pendidikan, setelah sukses para pengusung ide ini melanjutkan perjuangan ke ranah dunia politik. Perjuangan mereka kembali membuahkan hasil, menuai sukses dengan disahkannya Undang-Undang yang mempersyaratkan keterwakilan perempuan minimal 30% sebagai anggota dewan. Kini kaum feminis kembali berjuang untuk mewujudkan ambisinya berperan di ranah publik dan merombak struktur sosial melalui pengesahan RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender.
Saat ini di DPR sedang kencang dibahas RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) yang diusulkan pemerintah. Pihak yang mengusung pembahasan RUU tersebut menaruh harapan setelah disahkannya RUU tersebut perempuan bisa sejajar dengan laki-laki dalam berbagai hal. Tetapi lagi-lagi masyarakat tidak senada dengan pemerintah. Sejak awal, RUU KKG ini banyak sekali menuai protes, penentangan, dan penolakan dari berbagai elemen masyarakat termasuk ormas-ormas Islam. Dikatakan bahwa RUU yang dikeluarkan pemerintah ini diusung kaum feminis liberal dan dinilai bertentangan dengan Islam, berbahaya, dan merusak bagi masyarakat.
Jika kita cermati bersama, masalah yang dialami oleh perempuan yang terkait dengan kemiskinan, ketertinggalan, dan lain sebagainya bukanlah disebabkan karena masalah gender karena hal ini juga terlihat pada laki-laki. Ketika berbicara masalah kemiskinan, ketertinggalan, dan lain sebagainya kita tidak lagi berbicara tentang gender, tetapi sudah menyangkut masalah pendidikan, ekonomi, politik dan ideologi sehingga gagasan kesetaraan gender untuk menyelesaikan permasalahan yang sebenarnya juga menimpa kaum laki-laki tidak bisa dijadikan solusi.
Akar permasalahan kemiskinan yang menimpa kaum wanita -dan juga pria- ini lebih disebabkan oleh adanya kesalahan negara dalam mengatur urusan rakyat. Pandangan ekonomi-politik yang kapitalistik di negeri ini telah menjadikan peran negara berubah. Dengan adanya pandangan tersebut, peran negara secara langsung di bidang sosial dan ekonomi harus diupayakan seminimal mungkin dan bahkan diharapkan negara hanya berperan dalam fungsi pengawasan dan penegakan hukum semata.
Dalam pandangan kapitalis, penanggulangan kemiskinan merupakan tanggung jawab si miskin itu sendiri, kemiskinan bukan merupakan beban bagi umat, negara, atau kaum hartawan. Sehingga dengan pandangan ekonomi-politik kapitalistik yang dimiliki Indonesia jelas telah menjadikan negara kehilangan fungsi utamanya sebagai pemelihara urusan rakyat. Negara juga akan kehilangan kemampuannya dalam menjalankan fungsi pemelihara urusan rakyat. Akhirnya, rakyat miskin yang termasuk di dalamnya kaum wanita dibiarkan berusaha sendiri memperbaiki hidupnya yang berada dalam kemiskinan dan ketertindasan.
Sehingga sekalipun RUU KKG ini disahkan, tetap saja tidak memberikan solusi bagi masalah perempuan tetapi justru malah akan memberikan masalah bagi pihak laki-laki, anak-anak dan masyarakat. RUU KKG ini malah akan memberikan banyak masalah baru dan banyaknya korban baru, multiple victimization. Bagi laki-laki misalnya, dengan banyaknya perempuan bekerja di ranah publik ini akan menjadikan peluang bagi mereka yang merupakan pencari nafkah bagi keluarga akan semakin sempit karena persaingan dunia kerja akan semakin berat. Bagi anak-anak, mereka akan semakin tidak terurus karena banyak ditinggalkan ibunya bekerja. Akibatnya anak kesepian, tidak bahagia, sehingga terkadang melakukan kompensasi yang salah, dengan mengkonsumsi obat-obatan terlarang, pergaulan bebas, konsumen situs porno di internet, pelaku kejahatan dan sebagainya.
Bagi umat Islam Adian Husaini menyatakan, jika RUU KKG ini disahkan maka akan menjadi Undang-undang yang memiliki kekuatan hukum yang tetap, sehingga akan menimbulkan penindasan yang sangat kejam kepada umat Muslim – atau agama lain – yang menjalankan konsep agamanya, yang kebetulan berbeda dengan konsep Kesetaraan Gender. Misalnya, jika orang Muslim yang menerapkan hukum waris Islam; membagi harta waris dengan pola 2:1 untuk laki-laki dan perempuan atau jika mereka menganggap tidak adil jika laki-laki dalam shalatnya harus ditempatkan di shaf depan dan hukum-hukum lainnya dalam Islam, maka bagi kaum Muslim akan bisa dijatuhi hukuman pidana karena dipandang melakukan diskriminasi gender.
Pengesahan RUU KKG ini bukanlah penyelesaian dari permasalahan yang menimpa banyak perempuan di Indonesia tetapi justru akan menimbulkan sejuta masalah baru bagi semua pihak yang memiliki konsep berbeda dengan ide kesetaraan gender. Perempuan membutuhkan sebuah aturan paripurna yang mampu menyelesaikan permasalahannya dan juga laki-laki serta manusia secara umum. Sebuah tata aturan yang berasal dari yang mengetahui kelemahan dan keterbatasan manusia, yaitu aturan yang berasal dari Allah SWT, Islam.
dimuat
di http://www.al-khilafah.org/2012/04/pengesahan-ruu-kkg-sejuta-masalah-baru.html
Langganan:
Postingan (Atom)