Lagi, BBM akan dinaikkan! Setelah sekian lama mengalami
penundaan, akhirnya wacana pengurangan subsidi BBM alias kenaikan harga BBM
akan segera dilaksanakan Mei 2013 ini. Kali ini kenaikan BBM memang tidak pukul
rata untuk semua pihak, hanya bagi rakyat yang memiliki mobil saja. Pengendara
motor dan supir angkot kali ini masih selamat. Hal ini harus dilakukan karena
pemerintah menilai jika subsidi BBM tidak dikurangi maka akan semakin membebani
APBN karena harus ada tambahan biaya sebesar 30 triliun. Pemerintah takut
'jatuh miskin' jika BBM bagi rakyat terus menerus disubsidi, makanya membatasi
BBM bersubsidi adalah jalan keluar yang ampuh untuk mencegah 'kemiskinan'
pemerintah.
Jika pemerintah gagal miskin, tapi bagaimana dengan nasib si
miskin yang sebenarnya (rakyat) ketika BBM bersubsidi dibatasi? Satu hal yang
pasti, rakyat akan dikondisikan untuk semakin menikmati kemiskinannya. Sudah
dapat dipastikan, dengan naiknya harga BBM harga-harga barang pun akan
mengalami kenaikan. Di sisi lain, daya beli masyarakat tidak berbanding lurus
dengan naiknya harga BBM dan barang-barang akibatnya penghimpitan hidup lagi
yang harus dinikmati masyarakat.
Andai pemerintah mau benar-benar mengurusi rakyat, pemerintah
pasti akan mencari segala cara agar harga BBM bagi rakyat tetap stabil atau
bahkan berkurang. Misalnya saja, jika pemerintah benar-benar berniat, banyak
pos-pos APBN yang bisa dikurangi sehingga tidak perlu mempersoalkan subsidi
BBM. Salah satunya adalah dengan mengurangi belanja birokrasi di APBN 2013 yang
mencapai 400,3 triliun atau 35,2% dari belanja pemerintah pusat. Atau dengan
membayar utang luar negeri tanpa bunga yang bisa menghemat sampai 123 triliun.
Keadaan pelik ini (naiknya BBM) mau tidak mau harus diterima
rakyat karena pemerintah tidak bisa meninggalkan hobi 'ngutang' nya. Padahal sudah sangat jelas persyaratan 'ngutang' akan sangat menyengsarakan
rakyat. Bisa kita lihat dalam dokumen program USAID, TITLE AND NUMBER: Energy
Sector Governance Strengthened, 497-013 menyebutkan: “tujuan strategis ini akan
menguatkan pengaturan sektor energy untuk membantu membuat sektor energy lebih
efisien dan transparan, dengan jalan meminimalkan peran pemerintah sebagai
regulator, mengurangi subsidi, mempromosikan keterlibatan sektor swasta” yang
itu artinya sama saja dengan pencabutan subsidi BBM.
Sebenarnya amat sangat lebay
jika pemerintah mengatakan subsidi BBM membebani APBN sehingga harus dikurangi
atau bahkan sampai dihilangkan. Karena sebenarnya pemerintah bisa mendapatkan
banyak uang tanpa harus menghentikan subsidi BBM dengan melakukan penghematan
di pos-pos APBN yang tidak begitu penting. Misalnya saja pemerintah bisa
melakukan penghematan 10 % belanja birokrasi maka akan didapat 40 triliun lebih.
Atau dengan tidak menjual SDA kepada asing, gunung emas di Papua misalnya, sebenarnya
ketika dieksplor akan mampu meringankan APBN.
Sayangnya kondisi tersebut tidak akan bisa diwujudkan dalam
sistem demokrasi saat ini dan tidak naiknya harga BBM hanyalah tinggal wacana
yang tidak akan pernah menjadi kenyataan. Hal ini disebabkan karena asas
demokrasi menjadikan negara harus menjamin kebebasan bagi siapapun untuk bebas
bersaing dan berlomba untuk memiliki apa yang diinginkan. Dalam hal ini adalah membiarkan swasta
bersaing dengan Pertamina (BUMN) untuk menguasai migas Indonesia.
Jika pemerintah mau sedikit cerdas dalam memilih solusi
untuk menyelesaikan masalah BBM ini, harusnya pemerintah mau mengambil tata
aturan islam yang juga mampu mengatur tentang migas. Dalam Islam tidak
diperbolehkan individu atau sekelompok orang menguasai SDA yang menguasai hajat
hidup orang banyak seperti halnya aturan main demokrasi-kapitalis.
Inilah potret kontras yang bisa kita lihat antara dua
gambaran kehidupan dalam Islam dan demokrasi. Dan rasanya fakta ini bisa kita
jadikan alasan untuk meninggalkan demokrasi dan mengambil Islam sebagai solusi.
Tentunya ini berlaku bagi mereka yang mau berpikir dan mau keluar dari jeratan
masalah kehidupan. Kesejahteraan hanya bisa diwujudkan dalam sistem yang telah
terbukti mampu menghapuskan kemiskinan dan kesengsaraan. Khilafah Islamiyyah.