Papua
kembali memanas, insiden
penembakan kembali terjadi. Kali ini yang menjadi korban tewas adalah delapan
anggota TNI dan empat warga sipil. Korban tewas pada Kamis (21/2) di Tingginambut
Puncak Jaya dan Sinak Puncak Jaya, Papua adalah akibat dari baku tembak yang
terjadi antara TNI dan warga sipil setempat.
Ketua Komisi I
DPR, Mahfudz Siddiq menilai peristiwa yang seakan terus berulang tersebut
disinyalir sebagai bentuk kekesalan masyarakat Papua karena janji pemerintah
soal Papua damai yang belum terrealisasikan yang berujung pada keinginan
memisahkan diri dari Indonesia. Sehingga Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko
Suyanto berani mengambil kesimpulan kuat bahwa kelompok separatis bertanggung
jawab atas penembakan itu.
Rasanya
wajar jika kondisi di Papua terus memanas dan gerakan-gerakan separatis di
masyarakat Papua terus bermunculan. Hal ini disebabkan karena posisi Papua
seolah menjadi ‘anak tiri’ di negeri sendiri. Si Ibu (baca: pemerintah) terlalu
sibuk dengan kehidupan jantung negara dan berbenah kota-kota metropolis sehingga
akhirnya mengabaikan anak jauhnya (baca: Papua) dengan sejuta kebaikannya dan
kekayaannya.
Jika
kita melihat kekayaan alam yang dimiliki Papua, ternyata itu tidak berbanding
lurus dengan pembangunan daerahnya. Papua harus menghadapi kenyataan karena
termasuk salah satu dari deretan daerah yang miskin dan tertinggal. Berdasarkan data BPS tahun 2010, angka IPM
Papua adalah 64,53 sedangkan Papua Barat 69,15. Angka tersebut masih jauh di
bawah rata-rata IPM Nasional yaitu 71,76. Ternyata kekayaan alam yang berlimpah di bumi Papua belum
menjadi berkah karena dikuasai oleh pihak asing yang terus mengeruk kekayaan
negeri yang memiliki pesona bawah laut terindah di dunia tersebut.
Menyelesaikan
masalah Papua bukan hanya menyelesaikan masalah keamanan, tetapi juga mewujudkan
keadilan, pemerataan pembangunan dan kesejahteraan. Hal inilah yang belum bisa
diwujudkan oleh pemerintah Indonesia. Mahfudz
Siddiq mengungkapkan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B)
yang dibentuk pemerintah masih tidak efektif dalam mengimplementasikan kerjanya
di lapangan. Bahkan UP4B sendiri secara organisasi punya banyak kendala
sehingga dinilai sudah tidak relevan lagi untuk mengatasi masalah Papua.
Begitupun dengan Otonomi Khusus (Otsus) Papua, pemerintah dinilai setengah hati
dalam memberikan hak otonomi ini karena banyak Peraturan Pemerintah (PP) dan
aturan-aturan dibawahnya yang sampai saat ini belum dikeluarkan.
Menyelesaikan
permasalahan Papua memang tidak cukup hanya dengan pembentukan badan perbaikan
atau pemberian otonomi khusus. Terlebih untuk otsus, ini justru akan membuat
Papua terus menerus dalam rongrongan asing karena dengan otonomi ini pemerintah
daerah Papua akan dengan bebas melakukan kerja sama dengan pihak-pihak lain
tanpa diketahui pemerintah.
Dibutuhkan
sebuah tata aturan pemerintahan yang mampu mengelola sumber daya alam dengan
sebaik-baiknya sehingga keseluruhan hasilnya bisa dirasakan rakyat.
Pemerintahan yang mampu membuat hasil dari
pengelolaan berbagai kekayaan alam itu ditambah sumber-sumber pemasukan lainnya
dihimpun di kas negara dan didistribusikan untuk membiayai kepentingan
pembangunan dan pelayanan kepada rakyat. Sehingga kebutuhan riil mulai dari yang pokok
seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan, dan infrastruktur, serta kebutuhan
pelengkapnya dapat terpenuhi. Dengan itu, masalah pemerataan pembangunan dan
kemajuan bagi semua daerah akan terjawab, kemajuan dan kesejahteraan secara
merata dan berkeadilan dapat dirasakan. Juga akan dengan otomatis menghapuskan
tindakan kekerasan dan gerakan separatis yang selama ini terus terjadi di
Papua.
Hal ini hanya dapat diwujudkan jika sistem pemerintahan
yang diterapkan bukanlah sistem pemerintahan yang menjamin siapa saja boleh memiliki
SDA yang menguasai hajat hidup orang banyak. Bukan sistem pemerintahan yang pro
kepada pihak pemilik modal (kapitalis) dan membiarkan rakyatnya kelaparan
karena kekayaan alam terjual habis tak bersisa. Tetapi sebuah sistem
pemerintahan yang pernah terbukti selama mampu menyejahterakan rakyat selama 13
abad dan merataka pembangunan daerah di 2/3 wilayah kekuasaanya, yaitu Khilafah
Islamiyyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar