Tertanggal 21 Maret 2012, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Surat Edaran (SE) Dirjen Dikti No.
488/E/T/2012 mengeluarkan kebijakan mengenai Uang Kuliah Tunggal (UKT). Namun
kebijakan ini belum sepenuhnya diterapkan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), hanya
beberapa PTN saja yang sudah menerapkan kebijakan ini. Sisanya akan diwajibkan
untuk mulai memberlakukan aturan ini pada tahun akademik 2013/2014.
Uang Kuliah
Tunggal (UKT) adalah biaya pendidikan
perguruan tinggi yang hanya ditarik satu kali dalam tiap semester yang
merupakan murni biaya perkuliahan yang tidak tercampur dengan biaya pangkal,
kemahasiswaan dan lain-lain. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh bahwa
UKT dimaksudkan untuk mengurangi beban biaya pendidikan yang selama ini diberlakukan
di perguruan tinggi. M. Nuh mengatakan bahwa
konsep UKT ini diawali berdasarkan realitas bahwa uang yang ditarik dari
mahasiswa tersebut terlalu banyak. Selain biaya kuliah per semester, mahasiswa
masih dibebani dengan berbagai macam sumbangan dari pembangunan gedung, biaya
praktikum dan masih banyak lagi.
Kebijakan UKT di
PTN dimungkinkan, karena pemerintah telah mengalokasikan dana bantuan
operasional PTN (BOPTN) untuk tiap mahasiswa. Bantuan dana untuk biaya BOPTN yang digelontorkan sebesar 2,7
triliun ini pemerintah diyakini dapat menekan biaya operasional yang dibebankan
kepada mahasiswa. Karena itu, biaya pendidikan mahasiswa pada 2013 akan
diturunkan.
Jika dilihat secara cermat, penerapan
UKT sebenarnya tak jauh beda dari pembiayaan sebelumnya. Biaya UKT dihitung
dari total biaya yang dibutuhkan mahasiswa selama studi. Itu sama halnya
mahasiswa membayar SPP dan sumbangan-sumbangan lainnya. Hanya saja dilakukan
secara global. Ditambah fakta
yang menunjukkan di lapangan adalah biaya kuliah tidak menurun, tetap sama dan
bahkan lebih meningkat. Meskipun dikatakan bahwa dengan adanya UKT ini tidak
lagi berlaku penarikan uang pangkal masuk PTN, tetapi biaya kuliah persemester
menjadi meningkat, contohnya adalah Unpad. Prof. Ganjar Kurnia mngatakan bahwa
jika uang pangkal harus dihapus
bagi mahasiswa baru 2013 program S-1, biaya kuliah per semester di Unpad bakal
melonjak. Awalnya rata-rata per fakultas hanya membayar Rp 2 juta menjadi Rp 12
juta per tahun, dan Kedokteran Rp 30 juta per tahun sampai dengan akhir
pendidikannya. Lalu, bagaimanan dengan seorang mahasiswa di semester akhir yang tinggal mengerjakan
tugas akhir dengan bobot 4 SKS ? Ini jelas sangat membebani mahasiswa!
UKT yang
diberlakukan pemerintah sangat sarat dengan liberalisasi dan sebagai bentuk
lepas tangan pemerintah terhadap pendidikan warga negara. Asumsi ini diperkuat
dengan pernyataan Mendikbud yang menilai bahwa UKT merupakan langkah yang
sejalan dengan UU PT yang mengatur tentang standar pembiayaan. Hal ini memang
jelas terlihat sebagai upaya liberalisasi PT karena sejalan dengan prinsip otonomi yang menjadi nafas pada
banyak pasal UU PT ini yang akan mengantarkan PT pada proses komersialisas.
Aset-aset PT bisa dijadikan sebagai lahan bisnis untuk mencari uang. Ketika PT
tidak memiliki aset dan kesulitan mencari cara lain untuk memperoleh dana maka
kemungkinan besar yang akan dilakukan PT untuk menutupi biaya operasional
adalah menaikkan biaya pendidikan dari masyarakat.
Inilah yang
tersirat dalam penyataan M. Nuh saat, mengingatkan perguruan tinggi negeri (PTN) untuk tidak
membebani mahasiswa baru dengan biaya yang tinggi karena PT memiliki tiga pos yang menjadi sumber pemasukan. Pos
pertama adalah pembiayaan yang berasal dari mahasiswa (UKT) tetapi Mendikbud
menyatakan bahwa PTN diinstruksikan untuk menekan pemasukan dari pos ini.
Kemudian yang kedua adalah pemasukan yang berasal dari pemerintah. Dalam
mekanismenya, jika pemasukan dari blok pertama terus naik maka sokongan di blok
kedua akan diturunkan. Tindakan ini merupakan instrumen kontrol finansial agar
PTN tidak menaikkan biaya kuliah begitu saja. Jika masih belum mencukupi juga
maka solusinya adalah PTN-PTN didorong untuk menarik banyak keuntungan dari kerja
sama dengan pihak ketiga. Karena menurutnya, pemasukan untuk menjamin hidupnya
PTN selama ini mengalir dari tiga blok. Blok ketiga adalah kerja sama riset
atau penelitian dan industri dengan pihak ketiga. Tidak ada batasan biaya atau
keuntungan yang bisa diraup dari kerja sama ini.
Inilah
fakta-fakta yang menunjukkan bahwa pemerintah membiarkan begitu saja setelah
PTN tidak lagi mampu ‘menghidupi’ dirinya sendiri, PTN harus mencari cara dan
memutar otak untuk bekerja sama dengan dengan pihak yang akan menyokong
kebutuhan PTN agar pendidikan tetap berjalan. Walaupun pemerintah mengatakan
bahwa ini adalah bentuk kemandirian, tetapi sejatinya ini adalah bentuk lepas
tangan pemerintah terhadap pendidikan bangsa. Karena bagaimanapun juga sebuah PT yang
berdiri di Indonesia harus mendapat kawalan pemerintah dalam penyelenggaraan
proses pendidikan didalamnya. Maka jika PT untuk biaya operasional adalah
dengan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga, maka berjalannya pendidikan
akan sangat bergantung pada keinginan pihak ketiga yang akhirnya menjadi dalang
dibalik penyelenggaraan PT. Pada titik ini, arus liberalisasi dan
komersialisasi menjadi semakin deras menghancurkan pendidikan tinggi indonesia.
Arus liberal
akan tertanam di dalam kurikulum pendidikan dan komersialisai pendidikan akann
membuat PT hanya akan bisa diakses oleh mereka yang punya uang saja. Liberalisasi
pendidikan tinggi dalam era globalisasi memang tidak bisa terelakkan lagi.
Perdagangan bebas yang semakin gencar mengantarkan pendidikan menjadi salah
satu sektor jasa yang turut diperdagangkan secara bebas merupakan dampak dari
globalisasi yang dengan GATS dan G-20nya saat ini mengcengkram Indonesi yang
berujung pada kolonialisasi.
Indonesia
sebagai sebuah negara harusnya mampu memberikan sikap terhadap arus
globalisasi. Indonesia sebenarnya bukan tidak mampu melepaskan diri dari
cengkraman liberalisme, hanya saja Indonesia tidak memiliki pandangan atau
ideologi yang berbeda dengan liberalisme sehingga mau tidak mau Indonesia harus
tetap ikut arus dengan perputaran globalisasi dunia dan bagi Indonesia ini
artinya adalah kolonialisasi. Penjajahan.
UKT yang dimaksudkan untuk
meringankan beban mahasiswa ternyata merupakan himpunan batu yang akan membuat Indonesia masih
akan berkutat dengan liberalisme dan pemerintah tidak akan pernah bisa membuat
pendidikan menjadi terjangkau tetapi justru akan terus membuat pendidikan
semakin mahal karena harus menyediakan ‘lapak’ bagi asing untuk menguasai
pendidikan tinggi setelah kerjasama yang dilakukan dengan PT. Butuh sebuah
paradigma dan political view baru yang berbeda dengan liberalisme-yang terlahir
dari asas menegasikan agama dari kehidupan atau sekulerisme- yaitu asas yang
mengambil aturan Tuhan sebagai aturan kehidupan. Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar