Sabtu, 18 Mei 2013

UKT, Hapuskan Biaya Tinggi Kampus Negeri???


Tertanggal 21 Maret 2012, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Surat Edaran (SE) Dirjen Dikti No. 488/E/T/2012  mengeluarkan kebijakan mengenai Uang Kuliah Tunggal (UKT). Namun kebijakan ini belum sepenuhnya diterapkan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), hanya beberapa PTN saja yang sudah menerapkan kebijakan ini. Sisanya akan diwajibkan untuk mulai memberlakukan aturan ini pada tahun akademik 2013/2014.
Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah biaya pendidikan perguruan tinggi yang hanya ditarik satu kali dalam tiap semester yang merupakan murni biaya perkuliahan yang tidak tercampur dengan biaya pangkal, kemahasiswaan dan lain-lain. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh bahwa UKT dimaksudkan untuk mengurangi beban biaya pendidikan yang selama ini diberlakukan di perguruan tinggi. M. Nuh mengatakan bahwa konsep UKT ini diawali berdasarkan realitas bahwa uang yang ditarik dari mahasiswa tersebut terlalu banyak. Selain biaya kuliah per semester, mahasiswa masih dibebani dengan berbagai macam sumbangan dari pembangunan gedung, biaya praktikum dan masih banyak lagi.
Kebijakan UKT di PTN dimungkinkan, karena pemerintah telah mengalokasikan dana bantuan operasional PTN (BOPTN) untuk tiap mahasiswa. Bantuan dana untuk biaya BOPTN yang digelontorkan sebesar 2,7 triliun ini pemerintah diyakini dapat menekan biaya operasional yang dibebankan kepada mahasiswa. Karena itu, biaya pendidikan mahasiswa pada 2013 akan diturunkan. 
Jika dilihat secara cermat, pe­nerapan UKT sebenarnya tak jauh beda dari pembiayaan sebelumnya. Biaya UKT dihitung dari to­tal biaya yang dibutuhkan mahasiswa selama studi. Itu sama halnya mahasiswa membayar SPP dan sumbangan-sumbangan lainnya. Hanya saja dilakukan secara global. Ditambah fakta yang menunjukkan di lapangan adalah biaya kuliah tidak menurun, tetap sama dan bahkan lebih meningkat. Meskipun dikatakan bahwa dengan adanya UKT ini tidak lagi berlaku penarikan uang pangkal masuk PTN, tetapi biaya kuliah persemester menjadi meningkat, contohnya adalah Unpad. Prof. Ganjar Kurnia mngatakan bahwa jika uang pangkal harus dihapus bagi mahasiswa baru 2013 program S-1, biaya kuliah per semester di Unpad bakal melonjak. Awalnya rata-rata per fakultas hanya membayar Rp 2 juta menjadi Rp 12 juta per tahun, dan Kedokteran Rp 30 juta per tahun sampai dengan akhir pendidikannya. Lalu, bagaimanan dengan seorang mahasiswa di semester akhir yang tinggal mengerjakan tugas akhir dengan bobot 4 SKS ? Ini jelas sangat membebani mahasiswa!
UKT yang diberlakukan pemerintah sangat sarat dengan liberalisasi dan sebagai bentuk lepas tangan pemerintah terhadap pendidikan warga negara. Asumsi ini diperkuat dengan pernyataan Mendikbud yang menilai bahwa UKT merupakan langkah yang sejalan dengan UU PT yang mengatur tentang standar pembiayaan. Hal ini memang jelas terlihat sebagai upaya liberalisasi PT karena sejalan dengan prinsip otonomi yang menjadi nafas pada banyak pasal UU PT ini yang akan mengantarkan PT pada proses komersialisas. Aset-aset PT bisa dijadikan sebagai lahan bisnis untuk mencari uang. Ketika PT tidak memiliki aset dan kesulitan mencari cara lain untuk memperoleh dana maka kemungkinan besar yang akan dilakukan PT untuk menutupi biaya operasional adalah menaikkan biaya pendidikan dari masyarakat.
Inilah yang tersirat dalam penyataan M. Nuh saat, mengingatkan perguruan tinggi negeri (PTN) untuk tidak membebani mahasiswa baru dengan biaya yang tinggi karena PT memiliki  tiga pos yang menjadi sumber pemasukan. Pos pertama adalah pembiayaan yang berasal dari mahasiswa (UKT) tetapi Mendikbud menyatakan bahwa PTN diinstruksikan untuk menekan pemasukan dari pos ini. Kemudian yang kedua adalah pemasukan yang berasal dari pemerintah. Dalam mekanismenya, jika pemasukan dari blok pertama terus naik maka sokongan di blok kedua akan diturunkan. Tindakan ini merupakan instrumen kontrol finansial agar PTN tidak menaikkan biaya kuliah begitu saja. Jika masih belum mencukupi juga maka solusinya adalah PTN-PTN didorong  untuk menarik banyak keuntungan dari kerja sama dengan pihak ketiga. Karena menurutnya, pemasukan untuk menjamin hidupnya PTN selama ini mengalir dari tiga blok. Blok ketiga adalah kerja sama riset atau penelitian dan industri dengan pihak ketiga. Tidak ada batasan biaya atau keuntungan yang bisa diraup dari kerja sama ini.
Inilah fakta-fakta yang menunjukkan bahwa pemerintah membiarkan begitu saja setelah PTN tidak lagi mampu ‘menghidupi’ dirinya sendiri, PTN harus mencari cara dan memutar otak untuk bekerja sama dengan dengan pihak yang akan menyokong kebutuhan PTN agar pendidikan tetap berjalan. Walaupun pemerintah mengatakan bahwa ini adalah bentuk kemandirian, tetapi sejatinya ini adalah bentuk lepas tangan pemerintah terhadap pendidikan bangsa. Karena bagaimanapun juga sebuah PT yang berdiri di Indonesia harus mendapat kawalan pemerintah dalam penyelenggaraan proses pendidikan didalamnya. Maka jika PT untuk biaya operasional adalah dengan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga, maka berjalannya pendidikan akan sangat bergantung pada keinginan pihak ketiga yang akhirnya menjadi dalang dibalik penyelenggaraan PT. Pada titik ini, arus liberalisasi dan komersialisasi menjadi semakin deras menghancurkan pendidikan tinggi indonesia.
Arus liberal akan tertanam di dalam kurikulum pendidikan dan komersialisai pendidikan akann membuat PT hanya akan bisa diakses oleh mereka yang punya uang saja. Liberalisasi pendidikan tinggi dalam era globalisasi memang tidak bisa terelakkan lagi. Perdagangan bebas yang semakin gencar mengantarkan pendidikan menjadi salah satu sektor jasa yang turut diperdagangkan secara bebas merupakan dampak dari globalisasi yang dengan GATS dan G-20nya saat ini mengcengkram Indonesi yang berujung pada kolonialisasi.
Indonesia sebagai sebuah negara harusnya mampu memberikan sikap terhadap arus globalisasi. Indonesia sebenarnya bukan tidak mampu melepaskan diri dari cengkraman liberalisme, hanya saja Indonesia tidak memiliki pandangan atau ideologi yang berbeda dengan liberalisme sehingga mau tidak mau Indonesia harus tetap ikut arus dengan perputaran globalisasi dunia dan bagi Indonesia ini artinya adalah kolonialisasi. Penjajahan.
UKT yang dimaksudkan untuk meringankan beban mahasiswa ternyata merupakan himpunan batu yang akan membuat Indonesia  masih akan berkutat dengan liberalisme dan pemerintah tidak akan pernah bisa membuat pendidikan menjadi terjangkau tetapi justru akan terus membuat pendidikan semakin mahal karena harus menyediakan ‘lapak’ bagi asing untuk menguasai pendidikan tinggi setelah kerjasama yang dilakukan dengan PT. Butuh sebuah paradigma dan political view baru yang berbeda dengan liberalisme-yang terlahir dari asas menegasikan agama dari kehidupan atau sekulerisme- yaitu asas yang mengambil aturan Tuhan sebagai aturan kehidupan. Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar