Sabtu, 18 Mei 2013

Densus Pelanggar HAM, Saatnya Dibubarkan!



Kami mendesak pemerintah agar Densus 88 dievaluasi dan diaudit kinerja mereka (termasuk keuangan), bahkan kalau perlu dibubarkan”.
 Itulah pernyataan yang dikeluarkan oleh Din Syamsuddin saat Silaturahmi Ormas – Lembaga Islam (SOLI) ke 6, Kamis (7/3) lalu di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta. Seruan pembubaran Detasemen Khusus 88 (Densus 88) Anti Teror hampir disuarakan oleh seluruh ormas Islam. Terlebih setelah beredarnya video kekejaman Densus 88 di Youtube berdurasi 13 menit, seruan pembubaran Densus 88 semakin keras.
Sejak 2010 lalu Komnas HAM sudah sering menerima sejumlah laporan tentang dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Densus 88. Hal ini disebabkan karena tindakan beringas Densus 88 saat beraksi dengan maksud membendung tindakan terorisme tapi kadang tak jarang berujung pada insiden salah tangkap dan salah tembak warga yang tidak bersalah.
Salah satu contohnya adalah yang terjadi pada 14 orang warga Poso pasca penembakan terhadap anggota kepolisian Desember 2012 lalu. Menurut Dewan Pembina PUSAT Advokasi Hukum dan HAM (PAHAM) Indonesia, mereka diinterogasi secara tak manusiawi, disiksa dan dihinakan selama 7 hari (20-27 Desember 2012). Kemudian  mereka dilepas begitu saja tanpa permintaan maaf dan rehabilitasi nama baik, apalagi pengantian biaya perobatan. Sadis! Maka, rasanya wajar jika desakan untuk pembubaran Densus 88 terus dilakukan oleh berbagai ormas Islam.
Mengutip pernyataan Jubir HTI, Ismail Yusanto, yang menilai berlebihan pernyataan pihak Mabes Polri karena menyebutkan “Densus tidak perlu dibubarkan dengan alasan masih diperlukan” adalah benar. Pihak Mabes Polri lah yang berlebihan, pemberantasan terhadap tindakan terorisme yang akhir-akhir ini terjadi dilakukan hanya atas dasar dugaan dan perkiraan saja. Tindakan pemberantasan terorisme yang dilakukan Densus semakin tidak jelas arahnya, bukan kepada pelaku peledakan seperti di Bali tetapi kepada warga yang tidak jarang dipandang sebagai warga sholeh.
Menurut mantan komisioner Komnas HAM, Saharuddin Daming menyatakan gaya represif yang diperagakan Densus terhadap warga yang diduga melakukan tindakan terorisme justru menjadi penyebab lahirnya lingkaran kekerasan. Orang yang tewas di tangan Densus malah dianggap warga sebagai pahlawan. Sebaliknya, sebagian warga memendam kebencian terhadap Densus. Tindakan-tindakan yang dilakukan Densus 88 sudah termasuk ke dalam pelanggaran HAM berat, sehingga mereka sangat patut diseret ke penyelidikan projustitia pelanggaran HAM berat. Termasuk pimpinan Polri secara berurutan, karena dari merekalah Densus 88 memperoleh mandat untuk melakukan operasi extra judicial killing (pembunuhan di luar jalur hukum).”
Pembubaran Densus 88 sebenarnya adalah langkah konkret pemerintah dalam memberantas tindak terorisme. Jika dibiarkan seperti itu justru malah bisa menyemai benih kebencian terhadap aparat dan bisa melahirkan aksi pembalasan atas tindakan sadis Densus. Karena operasi kontraterorisme yang selama ini dilakukan akhirnya bukan untuk mengakhiri aksi teror, tetapi malah sebagai pengalih isu, penyelimut dari setiap kasus yang menggoncang pemerintah.
Hari ini rakyat sudah mulai pintar mencerna setiap episode yang dibuat pemerintah. Isu terorisme sudah menjadi isu basi yang tidak bisa lagi digunakan untuk menutupi bau busuk pemerintahan yang katanya memperjuangkan nasib rakyat -yang pada kenyataanya malah menghancurkan nasib rakyat-. Episode perang melawan terorisme sudah harus diakhiri jika pemerintah tidak ingin kepercayaan masyarakat terhadap aparat keamanan semakin luntur dan akhirnya berbalik menjadikan aparat sebagai musuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar