Selasa, 27 Desember 2016

Katanya Misterius


Katanya menyeramkan jika terdiam
Katanya tertawa untuk membuang beban
Katanya tak bisa ditebak
Katanya penuh kamuflase
Katanya penuh dengan rahasia
Katanya penuh dengan kejutan
Katanya misterius

Nyatanya, tidak begitu
Hanya tidak menceritakan apa yang tidak ditanyakan

19122016

Kamis, 22 Desember 2016

Minggu Sendu

Ada apa?
Ada apa dengan hatimu?
Apa yang membuat matamu sembab?
Badanmu lelah sekali sejak awal pekan

Dan seolah semesta mendukung
Setiap hari hanya redup dan gerimis lebat yang menemani

Ada apa?

Ceritakanlah
Biar mereka menangkap tawa lepasmu lagi

Tumpahkanlah
Agar energi yang kau berikan dapat mereka rasakan dengan penuh

Menangislah
Mengadulah
Allah akan mendengarkan semuanya

Self talk
01122016

Senin, 19 Desember 2016

Rabu, 30 November 2016

Bukan Soal Kurang Piknik

Ketika hidup terasa penat dan lelah

Ini bukan soal kurang liburan
Ini bukan soal kurang main
Ini bukan soal kurang jajan

Ini bukan soal kurang shopping
Ini bukan soal kurang nonton
Ini bukan soal kurang jalan-jalan


Ini bukan soal kurang piknik
Tapi soal hak Allah yang mungkin tidak dipenuhi

Kembalilah kepada-Nya
Mungkin sudah terlalu lama diri tidak menyapa-Nya

Selasa, 29 November 2016

Jangan Ambil Hakku

Untuk mendapat penjelasan
Untuk memahami
Untuk mendapat senyuman
Untuk diingatkan
Untuk diluruskan
Untuk bercerita
Untuk mendengarkan
Untuk didengarkan
Untuk tertawa
Untuk semua apapun yang menjadi hakku

Kau, mengambil hakku saat kau tiba-tiba mendiamkanku
30.11.2016

Senin, 28 November 2016

Sore

Senja Pantai Padang, 21.8.2016


Sore
Aku suka sore. Dia hangat. Redup tapi bercahaya.

Sore
Jingga yang tenang, lapang, dan damai.

Sore
Dia siap memelukmu erat, mengusir semua penat diri.

Sore
Akan menopangmu, berjalan bersama langit senja menuju pekatnya malam.

Sore
Siap memapahmu bersama awan jingga menuju peraduan untuk menghapus lelahmu.

Sore
Kau mungkin singkat, tapi hadirmu menenangkan.

Terima kasih untuk setiap senja yang selalu damai ya Rabb.

29.11.2016

Energi Lelah



Pergilah, temui mereka.
Ketika lelah merasuk memenuhi setiap inci tubuhmu.

Dengarkan cerita mereka.
Maka kau akan lupa bahwa ragamu sedang meminta haknya untuk merapat dengan bumi.

Tertawalah bersama mereka.
Maka kau akan dapatkan energi luar biasa yang membuatmu seolah tidak pernah tak berenergi.

Andai aku tak bertemu mereka.
Setiap hari rasanya ingin kupenuhi rajukan lelahnya raga dan remuknya rasa dengan tangis tak berkesudahan.

Karena sendiri itu lelah,
Dan bersama mereka adalah energi.

Terima kasih untuk semua pertemuan kita. Kalian adalah energi.

28.11.2016

Senin, 24 Oktober 2016

Ruang Hati

Kamu tahu,
Setiap orang yg hadir di dalam hidup kita memiliki ruangnya masing-masing.
Tanpa kita persilakan pun, mereka akan masuk dan langsung menduduki singgasananya.
Mereka duduk dan bersemayam di ruang hati kita.
Memberikan warna dan rasa yang berbeda.
Tidak ada yang sama.
Dan setiap dari mereka istimewa.
Mereka memenuhi setiap sekat hati kita.
Memberi rasa dan warna yang khas dan membekas.
Yang ketika mereka pergi, hatimu akan ikut merasa kosong.

Teman Lama



Padahal selama ini kita dipisahkan oleh jarak yg terbentang cukup panjang. Tapi ternyata setiap kali bertemu, selalu ada rasa yang sama yang terbersit dalam hati bahwa selama ini kita tidak pernah jauh. Seolah kemarin kita tidak bertemu dan hari ini bertemu lagi.

Bertemu sahabat lama.
3.10.2016

Gagal?

Kadang sesuatu yang kita rencanakan gagal terlaksana.
Tetapi kamu tahu, yang terjadi selalu yang terbaik.
Meski kegagalan itu menjadi hasil terbaik bukan berarti kita boleh gagal merencanakan. Apalagi merencanakan kegagalan.
Kita hanya cukup melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan.
Selebihnya, biarkan Allah yang menentukan semuanya.
Lakukanlah, berusahalah. Karena hasil tidak pernah mengkhianati proses.

25.10.2016

Selasa, 18 Oktober 2016

Mood

Hi Mood!
Bisa kita ngobrol sebentar?
Kamu tahu, dari sekian banyak kata, mungkin kamu adalah kata yang tepat yang bisa mewakili perasaan yang memunculkan rasa khawatir ini.

Apalagi jika kamu datang bersama awan cumulonimbus kelabu, dunia akan menjadi gelap dan menakutkan. Tapi jika kamu bergandengan dengan matahari, dunia menjadi cerah dan menyenangkan.

Sebagian orang tidak tahu bagaimana caranya berteman denganmu dan bagaimana caranya mendekatimu agar angin datang dan meniup awan kelabu itu.

Apakah dulu aku juga begitu, belum bisa berteman denganmu sampai tidak bisa bertemu angin untuk mengusir awan gelap?

Mungkin iya, sebelum aku mengetahui bahwa sepasang telinga dan empati adalah teman terbaikmu.

Rabu, 28 September 2016

Elang Kecil

Hei elang kecil!
Kau tahu, elang besar yang kau lihat sekarang, bagaimana ia dulu? Dia tidak terbang segagah itu sebelumnya. Dia bukan penerbang yang handal. Jangankan untuk terbang, keluar sangkar hanya untuk melihat langit saja, ia sangat takut. Ia merasa lebih baik diam dan menutup diri dari dunia luar. Di luar terlalu kejam. Cukup di dalam sangkar saja, tidak perlu terbang dan dia akan aman. Tidak perlu bertemu apapun yang bisa membuatnya celaka.

Tapi di dadanya selalu ada tanda tanya tentang dunia luar. Apa dan bagaimana yang sebenarnya terjadi di luar sana. Hingga ia bertekad bahwa suatu saat nanti ia yang harus tahu. Dan itu artinya ia harus terbang. Meski takut, akhirnya ia keluar sedikit demi sedikit dari sangkarnya mengamati bagaimana cara elang besar lain terbang tinggi dengan gagahnya, tanpa menabrak pohon dan bangunan. Ia memulai kepakan sayap pertamanya. Sulit. Tetapi setelah mencoba beberapa kali, dia berhasil, dia bisa terbang.

Mulus? Jelas tidak. Meski sudah bisa terbang, ia sering kali membentur tembok dan menabrak pohon. Sakit dan melelahkan. Semua itu kadang membuatnya memutuskan untuk tidak terbang terlalu tinggi, hanya sekedarnya saja. Dan bahkan pada saat-saat tertentu ia memilih berhenti dan memutuskan berjalan saja. Tapi ternyata dekat dengan gravitasi justru membuat ia sering terjatuh dan menabrak semua hal. Terlalu banyak jejeran bangunan dan pohon yang menghambat terbangnya. Tak jarang pula kakinya tersangkut akar pohon ketika ia memilih berjalan.

Sampai akhirnya elang besar mencoba terbang lebih tinggi, ia mencoba melakukannya meski sebenarnya itu hal yang sangat ia takutkan. Terbang tinggi ternyata membuatnya tahu apa yang selama ini dikatakan oleh para elang besar tentang dunia luar. Terbang di atas langit dan menentang matahari, membuatnya terbuka dan benar-benar siap menantang dunia. Tapi ia tetap akan turun, tanah tetap menjadi salah satu tempat favoritnya. Menginjakan kaki di atas tanah dan kadang berjalan di dalam labirin bersama elang-elang kecil-yang juga akan berada di atas langit suatu hari nanti-. Mengajak mereka mengepakkan sayap untuk membelah langit dan menembus cakrawala.

Selasa, 27 September 2016

Takbir Fitri dan Aleppo

Letusan kembang api. Ledakan bom.
Cahaya indah. Kobaran api.
Senyum mengembang. Tangis yang pecah.
Berhamburan menatap langit. Bergegas merunduk menyelamatkan jiwa.
Gelak tawa menyambut. Sembilu hati melepas.
Mengunjungi sanak saudara. Mengubur para syuhada.
Sesal dan getir bertemu hari kemenangan meski semarak takbir kegembiraan mnyeruak memenuhi seluruh jagat.
Bukan tak ingin kami bertemu denganmu, tetapi takbir kemenangan itu sangat tidak layak untuk kami.
Kami kalah, wahai Bumi yg diberkahi.


1 Syawal 1437

Slot Pintu



Kamu tahu,
Benda kecil itu luar biasa.
Kemegahan, kebesaran, dan ketinggian pintu tidak ada apa-apanya.
Ya, pintu menjadi tak berdaya ketika dia beraksi. Slot!

Seperti masalah pada manusia. 
Sesuatu yang mungkin sebenarnya adalah hal kecil,
Tapi membuat manusia yang begitu luar biasa kadang tak bisa apa-apa
Bernyawa tapi tak berdaya

Padahal, hanya butuh tenaga kecil saja untuk membukanya.
Masalah, begitupun juga dia.


Slot pintu yang mengusik sejak pekan lalu.
27.9.2016



Kembali

Ternyata itu sulit.
Tapi bukan tidak mungkin.
Hanya butuh keseriusan saja.

Soal waktu?
Mari tersenyum untuknya.
Dia yang tak pernah berhenti berputar.

Mari bersahabat dengannya.
Dia yang akan terus berlalu tanpa mau berhenti menunggu siapun.

Selasa, 02 Februari 2016

BOM Thamrin, Momentum Penutupan Kasus Freeport dan Operasi False Flag Indonesia?

Setelah heboh dengan isu Gafatar, masyarakat Indonesia kembali dibuat resah dengan peristiwa ledakan bom dan baku tembak  yang terjadi di sekitaran  Jalan MH Thamrin Jakarta, 14 Januari 2016 lalu. ‘Kado tahun baru’ yang sudah diendus oleh BIN akan terjadi pada 10/1 itu menewaskan 8 orang yang terdiri dari pelaku, WNA, warga sipil dan sebanyak 20 orang lainnya mengalami luka.
Sekitar empat jam setelah kejadian tersebut, pihak kepolisian Indonesia yang diwakili oleh Komjen Budi Gunawan menyatakan bahwa aksi teror tersebut  dilakukan oleh jaringan ISIS. Ledakan yang terjadi di area Menara Cakrawala tersebut mirip dengan aksi teror yang terjadi di Paris beberapa waktu lalu. ISIS kembali dinilai sebagai otak peristiwa pengeboman Jakarta. Hal ini semakin diperkuat setelah pelaku pengeboman teridentifikasi, yaitu Bahrun Naim yang dinyatakan sebagai pimpinan ISIS untuk wilayah Asia Tenggara.
Dimulai dengan kasus  WTC 9/11 ,  ada sebuah pola yang cukup menarik untuk menentukan aksi pengeboman yang kerap terjadi itu apakah tindakan terorisme atau bukan. Secara kasat mata, setiap terjadi kasus ledakan bom jika pelakunya adalah seorang yang beragama Islam maka dapat dengan cepat disimpulkan tindakan tersebut adalah terorisme. Maka, tidak heran ketika setiap kali ada aksi pengeboman Islam dan umat Islam selalu dirugikan karena akan selalu bisa dipastikan menjadi pihak tertuduh sebagai pelaku teror.
.Kondisi seperti ini bukan hanya satu atau dua kali terjadi. Dari berbagai kasus terorisme yang di blowup media, masyarakat seolah digiring untuk membuat kesimpulan bahwa kejadian tersebut identik dengan Islam. Begitupun berbagai aksi penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88 -yang kadang melakukan salah tangkap- tak jarang buku-buku keislaman dan Al Quran dijadikan barang bukti yang dimiliki pelaku teror.
Padahal, tindakan terorisme dan membunuhan tanpa haq sama sekali tidak pernah dibenarkan dalam Islam dan dinilai sebagai tindakan tercela yang menyalahi Islam. Islam menegaskan bahwa merusak fasilitas umum dan meresahkan masyarakat dengan teror adalah tindakan yang salah. Apalagi sampai membunuh orang yang tidak bersalah maka pelakunya jelas dinilai sebagai orang yang keji terlepas apapun motif yang melatarbelakanginya untuk melakukan hal tersebut.
Imbas yang terjadi dari identiknya islam dan terorisme adalah Islamophobia. Masyarakat menjadi takut dan bahkan antipati terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan Islam dan syariahnya terlebih dengan Khilafah. Islam dan Khilafah kini sudah menjadi monster yang menakutkan bagi masyarakat dunia. Kini masyarakat selalu was-was dan mewaspadai identitas-identitas Islam, menaruh kecurigaan-kecurigaan terhadap segala sesuatu yang berbau Islam. Islam kembali menjadi korban.
Selain aksi terorisme yang selalu diidentikkan dengan Islam,  ada respon lain yang muncul terhadap kejadian Bom Thamrin ini. Banyak masyarakat saat ini yang membaca bahwa ada kejadian lain yang ditutupi dengan adanya aksi teror ini. Tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa Bom Thamrin adalah pengalihan isu agar fokus perhatian masyarakat beralih ke kasus teror ini. Sebagaimana kita ketahui, sebelum terjadi teror di Thamrin negeri ini sedang disuguhkan drama ‘pertarungan antargeng’ untuk mendapatkan saham gunung emas di Papua yang sedang dikuasai raksasa Freeport yang akan habis masa kontraknya.
Ini mungkin hanyalah kebetulan yang tidak disengaja. Kasus hukum ‘papa minta saham’ yang melibatkan beberapa ‘manusia kerah putih’ dalam proses negosiasi perpanjangan kontrak Freeport yang akan habis pada 2021 sekaligus lenyap dari mata publik bersamaan dengan masifnya blowup media terhadap isu terorisme Thamrin.
Rasanya tidak mengherankan jika hari ini banyak pertnyaan-pertanyaan yang publik ungkapkan dalam menanggapi teror Thamrin. Apa yang sebenarnya terjadi dibalik adanya ledakan di Thamrin? Kemana sebenarnya arah aksi terorisme di Jakarta kali ini? Siapa yang target yang sedang dibidik dari peristiwa ini? Rekayasakah semua ini?
Peristiwa Thamrin kali ini, tentu tidak boleh dilahap begitu saja oleh masyarakat. Sudah masyarakat harus semakin cerdas dalam menanggapi peristiwa-peristiwa politik yang terjadi di negeri ini. Tidak cepat mengambil kesimpulan dangkal yang diaruskan oleh berbagai pihak, terlebih sampai termakan dengan isu-isu lama yang memojokkan Islam.

2.2.2016 

Womenomics dan Hancurnya Generasi


Ide perempuan setara dengan laki-laki, berdaya dan pengerak ekonomi dunia selalu menjadi isu  yang hangat untuk diperbincangkan. Belum lama ini, Indonesia kembali mengikuti Women and the Economic Forum (WEF) di Philipina pada 15-18 September 2015 lalu. Dalam forum tahunan APEC tersebut, Indonesia mengajukan pentingnya kesetaraan gender di setiap sektor guna menguatkan partisipasi perempuan dalam perekonomian dunia sebagai usulan utama. Hal ini merupakan langkah awal Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  Indonesia,Yohana Yambise, agar perempuan di seluruh dunia dapat memegang peranan penting dalam menyukseskan pertumbuhan ekonomi dunia sesuai dengan tema yang diusung WEF tahun ini, Women as Prime Movers of Inclisive Growth.

Isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam perekonomian menjadi sangat penting. Berdasarkan hasil laporan MDGs 2015, ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan masih menjadi masalah dunia. Dengan adanya kesetaraan gender di setiap sektor kehidupan, diharapkan perempuan mampu meningkatkan kualitas hidupnya sehingga mampu terlepas dari eksploitasi, kekerasan dan diskriminasi yang selama ini banyak menimpa kaum hawa. Kesetaraan gender dinilai akan mampu memajukan perempuan sebagaimana yang terdapat dalam Beijing Declaration and Platform for Action (BPFA) tahun 1995. Womenomics akan mampu membuat perempuan berdaya dan mampu memberikan kesejahteraan bagi kaumnya serta memberikan pengaruh terhadap peningkatan ekonomi suatu bangsa. Benarkah demikian?
       
          Setalah dua dekade berjalan sejak dicetuskannya BPFA, womenomics  atau aktifnya perempuan dalam ranah perekonomian dunia sebagai bentuk kesetaraan gender ternyata tidak berjalan sesuai dengan kenyataan. Alih-alih meningkatkan kesejahteraan perempuan, kesetaraan gender dan womenomics justru tidak lebih dari menjadikan wanita sebagai sapi perah yang memberikan keuntungan bagi para pengusaha saja. Meskipun PBB mengklaim bahwa adanya peningkatan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja dan sebanyak 50% perempuan di dunia yang mendapat gaji dari pekerjaan mereka, tetapi kita tetap tidak bisa menutup mata bahwa sebanyak 11,55 juta perempuan menjadi korban pekerja paksa sebagaimana yang dilansir ILO tahun 2012.

Kesetaraan gender dan terjunnya perempuan dalam dunia perekonomian ternyata tidak memberikan hasil berarti terhadap kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup perempuan. Nyatanya hingga saat ini berdasarkan data UNODC tahun 2014 sebanyak satu milyar manusia hidup dalam kemiskinan dan mayoritasnya adalah kaum perempuan. Tidak hanya itu, sebanyak 70% perempuan masih menjadi korban jaringan perdagangan manusia. Dan sebanyak 44 juta  perempuan dan anak perempuan terpaksa menjadi pekerja rumah tangga – mengalami kekerasan dan eksploitasi dari di lingkungan kerjanya.

            Tak hanya menimpa dirinya sendiri, terjunnya perempuan sebagai penyelamat ekonomi dunia juga memberikan efek negatif yang tidak kecil bagi keluaga dan anak-anaknya. Kehancuran keluarga terus terjadi dan potret generasi semakin suram. Di Indonesia tercatat setiap jam terjadi 40 kasus perceraian dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kasus perceraian ini mayoritasnya diawali dengan gugatan pihak istri. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Kasi Pemberdayaan KUA Kanwil Kemenag Provinsi Jatim, kemandirian ekonomi perempuan menajdi variabel penting munculnya tren tingginya istri sebagai pemohon cerai.

            Hancurnya tatanan keluarga bisa dipastikan akan berbanding lurus dengan rusaknya generasi. Kenakalan remaja semakin menggila.  Kabag Humas BNN menyatakan sebanyak 22% dari empat juta pengguna narkoba adalah pelajar dan mahasiswa. Kondisi ini terjadi karena lemahnya pengawasan orang tua serta labilnya psikologi remaja sehingga mudah terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. Dalam kasus pergaulan bebas juga tak kalah mengkhawatirkan, BKKBN mencatat sebanyak 46% remaja berusia 15-19 tahun sudah pernah melakukan hubungan seksual dan sebanyak 2,4 juta kasus aborsi terjadi di tahun 2012 yang pelakunya adala remaja. Kondisi ini terjadi di tengah meningkatnya Indeks Pembangunan Gender (IPG) tahun 2013 yang mencapai 69,6.
Womenomics atau perempuan sebagai penggerak ekonomi dunia telah menggeser peran utamanya sebagai ibu generasi yang mampu membangun peradaban suatu bangsa. Hilangnya peran ibu dalam mendidik anak karena harus keluar rumah untuk mencapai kesetaraan dengan laki-laki dan mengejar kesejahteraan materi ternyata memberikan imbas yang buruk bagi generasi. Bisa dibayangkan ketika IPG dan partisipasi aktif perempuan dalam Tingkat Partisipassi Angkatan Kerja (TPAK) mencapai angka 100% dimana seorang ibu benar-benar aktif di luar rumah dan menjadi penggerak utama ekonomi, kehancuran keluarga dan kenakalan remaja adalah hal yang benar-benar tidak bisa dihindari.

Seorang perempuan bekerja bukanlah sebuah kesalahan karena memang Islam pun membolehkannya. Hanya saja bukan sebagai tulang punggung keluarga apalagi tulang punggung dunia. Peran utama seorang perempuan adalah sebagai pendamping suami dan ibu pendidik generasi dan ini tidak berarti merendahkan peran perempuan yang tidak aktif dalam pemberdayaan ekonomi. Hal ini justru bentuk pemuliaan Islam terhadap perempuan dan menjadikannya sebagai tumpuan dari terbentuknya generasi berkualitas yang mampu membangun peradaban suatu bangsa.


Ketertindasan yang hari ini menimpa masyarakat dunia dan khususnya perempuan berpangkal dari sebuah sistem kehidupan yang dijalankan atas dasar kepentingan sebagian golongan saja. Tidak ada target kesejahteraan rakyat yang diusung oleh pemerintah dalam setiap kebijakan yang dikeluarkannya termasuk pemberdayaan ekonomi perempuan. Perempuan membutuhkan sebuah sistem kehidupan yang memiliki mekanisme penjaminan kesejahteraan yang mengharuskan negara untuk memenuhi kebutuhan mendasar setiap warganya. Sehingga perempuan dapat kembali pada peran utamanya sebagai ibu generasi tanpa harus mengorbankan dirinya dalam putaran ekonomi dunia yang menghilangkan fitrah alaminya. Khilafah Islamiyah.

 7.12.2015 

Paris Attack, Episode Baru Genosida Kaum Muslim di Suriah

Kurang dari seminggu setelah aksi serangan terhadap  sejumlah warga di Paris 13 November 2015 lalu, Presiden Perancis langsung mengerahkan kapal induk ke Suriah guna menuntut balas terhadap ISIS atas kematian warganya.  Kapal induk Charles de Gaulle yang bertenaga nuklir itu diberangkatkan menuju perairan sekitar  Suriah dan Lebanon bersama dengan 26 jet tempur  dan ditambah dengan 12 pesawat Perancis lainnya.
Aksi yang dilancarkan oleh Francois Hollande ini merupakan reaksi atas terbunuhnya 128 warga Perancis dan 180 korban luka akibat penyerangan yang diklaim dilakukan oleh ISIS. Pihak ISIS pun menyatakan apa yang dilakukannya adalah karena Perancis telah berani menghina Nabi Muhammad SAW dan memerangi Islam.
Kejadian penyerangan yang salah satunya terjadi di konser musik tersebut menimbulkan reaksi keras dunia, terutama dunia Barat. Media begitu gencar menceritakan kronologis kejadian dan dunia pun bersemangat untuk mencari pelaku dari kejahatan tersebut. Semua pihak menjadi waspada terhadap tindakan terorisme yang mungkin akan menyusul terjadi di negerinya.
Merespon Paris Attack, reaksi yang muncul di masyarakat ternyata beragam. Selain banyak yang mengutuk kejadian penyerangan tersebut, tidak sedikit juga yang tidak begitu memperlihatkan simpatinya khususnya di dunia maya.  Para netizen seolah menganggap hal tersebut bukanlah kejadian yang harus menggemparkan dunia jika dibandingkan dengan pembantaian lain yang terjadi.
Opini yang muncul di kalangan para netizen adalah mereka menuntut kepada dunia untuk berlaku adil dengan sama-sama menyuarakan rasa simpatiknya terhadap pembantaian yang juga terjadi  di negeri-negeri muslim hingga saat ini dan dengan korban yang jauh lebih banyak setiap harinya dibandingnya Paris Attack.
Hari ini, kita memang tidak bisa menutup mata bahwa pembantaian masih terus terjadi di berbagai belahan dunia, terutama di negeri muslim. Tindakan terorisme yang membunuh warga sipil yang tidak bersalah terus berulang di berbagai tempat. Sayangnya dunia tidak bersikap adil dalam menyikapi tindakan-tindakan tersebut.
Di media cetak maupun elektronik, kejadian Paris Attack begitu gencar diberitakan. Berbeda jika korbannya adalah kaum muslim. Dunia begitu senyap ketika ratusan ribu bahkan jutaan warga muslim tak berdosa menjadi korban genosida pesawat tempur dan bom negara-negara Barat dengan alasan perang melawan terorisme. Pemberitaan hanya ada satu atau dua kali saja padahal kondisi ini nyata terjadi di kawasan Timur Tengah setiap hari.
Selain itu, dapat dipastikan setiap ada tindakan kekerasan yang memakan korban pihak Barat dan pelakunya adalah muslim, maka hal tersebut disebut sebagai tindakkan terorisme. Berbeda ketika kaum muslimin yang menjadi korban, maka meskipun memakan korban hingga jutaan muslim sekalipun hal tersebut tidak dinilai sebagai tindakan terorisme. Seolah tindakan terorisme hanya bisa dilakukan oleh kaum muslim.
Sangat layak jika hari ini kita mempertanyakan disebut apakah AS yang membunuh 1 juta muslim di Afghanistan, Bashar Al Assad yang membunuh lebih dari 300 ribu warganya, Yahudi yang membunuh 1500 rakyat Palestina, dan Perancis yang membunuh 10 juta warga Aljazair saat menjajah sejak 1830-1962? Jika yang membunuh 128 orang saja disebut sebagai teroris.
Setelah insiden Paris Attack, Francois Hollande bergegas mengirimkan kapal induk Charles de Gaulle yang bertenaga nuklir ke perairan Suriah untuk menumpas ISIS –yang dikatakan sebagai milisi bentukan AS-. Akankah episode baru genosida kaum muslim di Suriah akan segera di mulai, layaknya invasi AS ke Irak dan Afganistan setelah serangan WTC 9/11/2001 ?  Wallahu a’lam.


 29.11.2015

Muslim Suriah, Korban Perang Sipil yang Ditolak Dunia

Publik internasional murka. Kali ini dunia kemarahan publik dipicu oleh sebuah gambar seorang balita yang tewas ditepian pantai. Aylan Kurdi (3 tahun), bocah Suriah ini tenggelam di Laut Mediterania bersama saudara laki-laki dan Ibunya saat melarikan diri ke Eropa akibat kebrutalan perang sipil di Suriah. Ungkapan kemarahan dan kesedihan memadati dunia maya dalam menanggapi foto tersebut. Sebelumnya, sebanyak 71 orang pengungsi Suriah ditemukan tewas akibat sesak nafas di dalam  truk di  jalan bebas hambatan Austria untuk mencari suaka.

Mereka adalah masyarakat yang menjadi korban akibat dari krisis yang terjadi di Suriah, Afghanistan, Pakistan atau Eritrea berbondong menuju Eropa untuk meminta perlindungan. Sayangnya apa yang mereka harapkan untuk mendapat perlindungan ternyata berbuah kenyataan pahit. Di Makedonia, pengungsi dilarang menggunakan transportasi umum, akhirnya mereka beralih ke sepeda. Mereka tidur beratapkan langit atau menggunakan bangunan-bangunan kosong sepanjang perjalanan.

Dari Makedonia, berbekal peta di layar ponsel pintar, mereka jalan kaki menuju Serbia. Di Serbia mereka ditangkap polisi dan diperintahkan meninggalkan negara itu dalam waktu 72 tahun. Di Hungaria, warganya bertindak kasar terhadap pengungsi, mengusir mereka dan melempari mereka dengan batu. Rombongan pengungsi yang tredapat di sana sempat tersesat di hutan Hungaria selama dua hari tanpa air dan makanan. Tidur pun beralaskan tanah.

Konflik yang terjadi di Suriah ini tak pelak merupakan gambaran memprihatinkan bagi kaum muslim. Kesatuan umat Islam tak lagi menjadi penghalang terhadap meledaknya konflik di Suriah ini.Terkait dengan konflik ini, negara-negara Barat  turut bertanggung jawab. Berbagai konflik yang terjadi di negeri Islam tidak bisa dilepaskan dari kebijakan imperialisme negara-negara Barat. Penjajahan Barat di di Afghanistan, telah menyeret rakyat negara itu dalam penderitaan.

Hal ini diperparah dengan dukungan negara-negara Barat terhadap penguasa-penguasa bengis di negeri-negeri konflik, yang tidak segan-segan membantai rakyatnya sendiri. Seperti yang terjadi di Suriah. Tentu, faktor kesejahteraan yang buruk, akibat kegagalan sistem kapitalisme di beberapa negara Afrika seperti Somalia,Eriteria, menjadi faktor penyebab.

Saat ini negara justru malah menjadi pihak yang menjadi pembunuh warga bukan yang malah menjadi pembunuh nomor satu yang membuat warga harus pergi dari negerinya untuk menyelamatkan diri. Tragedi yang menimpa pengungsi yang sebagian besar Muslim ini, semakin menunjukkan, begitu butuhnya umat Islam akan pelindung umat. Ketiadaan khilafah telah membuat umat kehilangan pemimpin dan pelindung mereka, akibatnya nasib umat Islam sungguh menyedihkan harus melarikan diri dari negerinya sendiri.

4.9.2015

Islam, Selamatkan Indonesia Darurat Pedofilia

Di tengah gegap gempita pesta demokrasi yang penuh liku, fokus perhatian masyarakat Indonesia kini terpecah dengan menyoroti kasus kejahatan seksual yang banyak menimpa anak-anak. Bermula dari kasus kekerasan seksual yang dialami oleh seorang anak di sebuah sekolah swasta internasional kenamaan Jakarta International School, fenomena gunung es pedofilia di Indonesia semakin terkuak. Terbaru, kasus pedofilia yang melibatkan Emon ternyata sudah memakan korban yang sangat banyak. Tercatat, 110 anak di Sukabumi telah menjadi korban kebuasan Emon alias AS.
Pelecehan/kekerasan seksual pada anak memang bukanlah hal yang baru terjadi di negeri ini.  Data yang dilaporkan kepada Komnas Perlindungan Anak cukup mencengangkan, pelecehan/kekerasan seksual pada anak setiap tahunnya terus meningkat. Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda mengatakan, setiap tahun tren kekerasan seksual terhadap anak-anak mengalami peningkatan hingga 30 persen. KPAI mencatat, jenis kejahatan anak tertinggi sejak tahun 2007 adalah tindak sodomi terhadap anak. Dari 1.992 kasus kejahatan anak yang masuk ke Komnas Anak, sebanyak 1.160 kasus atau 61,8 persen, adalah kasus sodomi anak.
Maraknya kasus pelecehan/kekerasan seksual pada anak tidak bisa hanya ditilik dari satu penyebab tunggal saja, tetapi banyak faktor penyebab yang membuat kasus ini terus menggurita. Salah satu penyebab yang disampaikan Dr. Asrorun Sholeh, Ketua Divisi Sosialisasi KPAI adalah budaya hidup yang serba boleh alias permisif dewasa ini membuat masyarakat tidak tahu lagi rambu-rambu norma dan agama dalam menyalurkan hasrat seksualnya. Penyebab lain yang menjadikan kasus sexual abuse  ini terus merebak adalah mudahnya masyarakat Indonesia mengakses materi pornografi. Sebuah survey menyatakan Indonesia adalah negara yang mendapatkan peringkat ke-3 terbesar di dunia dalam mengakses materi pornografi setelah Cina dan Turki.
Sayangnya, penanganan pemerintah Indonesia untuk meredam penstimulus kasus kejahatan seksual ini tidak memberikan efek yang signifikan. Pemblokiran yang mengacu pada UU Pornografi/2008, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 11/2008, dan UU Telekomunikasi No. 36/1999 ini hanya mewajibkan pemerintah memblokir situs-situs negatif yang terbukti menganggu keamanan dan kenyamanan masyarakat. Sistem hukum yang tidak memberikan efek jera juga semakin memperparah kejahatan seksual ini. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur bahwa pelaku kekerasan/pelecehan seksual akan dihukum selama 3-15 tahun penjara. Namun jarang sekali para hakim menjatuhkan sanksi yang maksimal.
Memberantas kasus pedofilia dan sexual abuse lainnya tidak cukup hanya dengan tindakan kuratif alias sistem sanksi saja, melainkan secara preventif harus dilakukan. Pertama adalah meredam budaya permisif yang selama ini dihembuskan oleh Barat dengan mengubah pola pikir dan anggapan yang menginduk kepada Barat menjadi pemikiran yang kental dengan norma agama. Yaitu dengan membangun ketakwaan di tengah masyarakat yang bisa ditempuh melalui pendidikan baik formal maupun non formal. Kedua meredam segala macam stimulan yang akan membangkitkan syahwat dengan tidak membiarkan pornografi dan pornoaksi bertebaran di masyarakat.
Ketiga, memberikan sanksi hukum yang tegas dan mampu memberikan efek jera kepada pelakunya. Islam sebagai aturan hidup yang sempurna juga memiliki aturan hukum yang akan diberikan kepada pelaku pelecehan/kekerasan seksual pada anak. Tindakan kejahatan pemerkosaan yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati, jika pelakunya sudah menikahdan dijilid (dicambuk) 100 kali dan diekspos selama 1 tahun, jika pelakunya belum menikah. Sedangkan jika pelaku pelecehan/kekerasan seksual pada anak terkategori liwath atau sodomi maka hukumannya adalah dibunuh baik sudah menikah maupun belum menikah. Dalilnya adalah Sunnah dan Ijma sahabat. Sabda Rasulullah: Barang siapa yang kalian dapati sedang melakukan perbuatannya kaum (Nabi) Luth, maka bunuhlah keduanya. Sistem hukum seperti ini akan membuat siapa saja mengurungkan niatnya untuk melakukan pelecehan/kekerasan seksual kepada siapa saja termasuk pada anak.
Arus kehidupan permisif dan hedonistik yang terus berkembang membuat siapa saja bebas melakukan apa saja tanpa memikirkan aturan hukum, norma, dan agama. Tindakan pelecehan/kekerasan seksual pada anak adalah potret nyata yang terus dipelihara oleh gaya hidup yang berpijak pada asas kebebasab ini. Tidak ada solusi tuntas yang mampu diberikan oleh aturan demokrasi untuk menghancurkan gunung es pelecehan/kekerasan seksual pada anak ini. Bangsa ini butuh sebuah sistem hidup yang mampu menyelamatkan anak tidak berdosa dari para ‘predator anak’. Sistem hidup yang akan membebaskan anak dari pelecehan/kekerasan seksual dengan menghukum pelaku kejahatan seksual dengan berat, menghapus segala macam stimulus yang membangkitkan syahwat, dan penanaman akidah Islam yang kuat. Hal ini bisa terwujud melalui penegakkan sistem kehidupan Islam di seluruh aspek kehidupan, Khilafah Islamiyah. Wallau ’alam bish shawwab.
6.5.2014

Mengembalikan Pudarnya Pesona Partai Islam

Pemilu Legislatif 9 April telah berlalu, meskipun real count belum diumumkan KPU setidaknya masyakat sudah bisa mendapatkan gambaran jelas siapa pemenang pileg kali ini. Boleh dikatakan untuk negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini, partai Islam bukanlah ‘barang seksi’ yang bisa menarik minat para pemilih. Hasil penghitungan cepat beberapa lembaga survey memperlihatkan bahwa partai Islam hanya mampu meraih kurang dari 10% suara. Jauh tertinggal dari partai Nasionalis yang berhasil mendapatkan suara hampir dua kali lipatnya.
Kondisi partai Islam yang nyaris kalah telak dari partai nasionalis membuat mereka mau tidak mau harus mengurungkan niatnya untuk memunculkan nama capres yang selama ini sudah mereka usung, jika memang masih idealis. Alternatif lain yang sedang ramai digembar-gemborkan adalah kembalinya koalisi poros tengah yang menghimpun berbagai partai Islam untuk mengusung satu pasangan capres. Atau pilihan ketiga, mengakui kekalahan dengan merapat ke dalam barisan partai nasionalis dan harus berpuas diri dengan duduk di lapis kedua.
Pilihan untuk membentuk kembali koalisi poros tengah rasanya bukanlah pilihan yang baik jika ingin meraih kekuasaan. Setidaknya ada dua alasan yang bisa menguatkan pernyataan di atas, pertama karena suara partai Islam saat ini sudah pecah, bisa dilihat PKB dan PPP mulai ‘mesra’ dengan partai nasionalis. Kedua, sebagaimana yang diungkapkan oleh Pengamat Politik dan Hukum Universitas Parahyangan, Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf bahwa partai Islam hari ini tidak memiliki warna baru, berbagai program yang disodorkan tidak memiliki signifikansi yang berbeda dengan partai-partai nasionalis sekuler bahkan tidak lebih unggul. Sehingga beliau menyatakan sebuah kewajaran ketika hari ini banyak masyarakat yang tidak mendukung karena dianggap tidak ada yang layak dan tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Termasuk dalam pemilu capres dan cawapres mendatang.
Pilihan untuk berkoalisi dengan partai nasionalispun bukanlah pilihan yang tepat, karena itu sama saja dengan menghapus dan menghilangkan identitas diri sebagai partai Islam. Dengan merapatnya partai Islam kepada partai nasionalis justru akan membuat tubuh partai Islam menjadi pragmatis dan mau tidak mau harus setuju dengan suara partai nasionalis yang sering menetapkan kebijakan yang bertentangan dengan Islam. Misalnya saja legislasi sejumlah UU yang liberal, bertentangan dengan Islam, dan merugikan rakyat tak jarang harus disetujui oleh anggota partai Islam di DPR. Keberadaan anggota partai Islam baik ditataran legislatif maupun eksekutif tidak mampu melahirkan kebijakan yang Islami meskipun hanya sedikit. Tetapi justru malah menjadikan partai Islam melahirkan kembali dirinya sebagai partai yang tidak lagi Islami (partai terbuka) yang jauh dari kampanye menyuarakan Islam.
Partai Islam harus menyadari bahwa hari ini idealismenya sudah semakin pudar dan terkikis. Tidak lagi terlihat perbedaan antara partai Islam dan nasionalis. Dan hal inilah yang mengakibatkan masyarakat akhirnya tidak lagi tertarik untuk mengusungnya. Partai Islam harus kembali kepada jatidirinya sebagai sebuah wadah edukasi politik masyarakat yang menjadikan Islam sebagai wacana dalam setiap nafasnya. Kembali mengutip pernyataan Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, bahwa partai Islam hari ini harus mengubah kembali orientasi dan cara berjuangnya dengan berupaya agar menjadikan Islam sebagai solusi atas permasalahan kehidupannya sehingga masyarakat merasa membutuhkan Islam.
 Selain itu, partai Islam juga harus memahami jalan perjuangan yang ditempuhnya hari ini bukanlah track yang benar. Perjuangan melalui jalan demokrasi adalah kondisi yang hanya akan menjadikan identitasnya luntur sebagai partai Islam. Karena demokrasi dengan asas sekulernya tidak akan membiarkan dirinya hancur dengan diterapkannya syariat Islam dalam pemerintahan. Wallahu a’lam.


21.4.2014

Perempuan dan Politik

Gegap gempita pesta demokrasi sudah dimulai. Tepat 15 Maret 2014,  gong persaingan para calon pejabat untuk mengambil hati rakyat resmi digelar. Para caleg yang selama ini sebatas nampang di baligho atau poster,terhitung 15 Maret ini mereka bisa mulai blusukan mencari simpati rakyat agar memilih mereka. Dua belas partai politik siap bertarung memperebutkan kursi panas di pesta demokrasi  9 April nanti.
Tidak seperti pemilu sebelumnya, yang melibatkan banyak sekali partai. Pemilu kali ini hanya mampu ditembus oleh 12 wajah partai lama yang memenuhi kriteria KPU, sisanya harus rela nama besarnya berada dibelakang partai lain atau bahkan benar-benar dihapuskan. Kuota 30%  perempuan yang harus dipenuhi oleh setiap partai juga menjadi batu sandungan yang harus dihadapi partai-partai peserta pemilu.
Sejak dikeluarkannya UU Pemilu Legislatif No. 10 tahun 2008 dan UU No. 2 tahun 2008 tentang parpol yang harus mengatur ketentuan kuota caleg perempuan minimal 30 persen terutama untuk tingkat pusat, menjadi pihak yang dikebiri karena harus kalang kabut mencari kaum Ibu yang bersedia menjadi calegnya. Perempuan menjadi ‘barang mahal’ bagi partai.
Fenomena perempuan merambah dunia politik memang bukan hal yang baru, tetapi sosok Tri Rismaharini memberikan potret baru tentang politik perempuan hari ini. Walikota Surabaya itu menangis menyatakan keinginan pengunduran dirinya sebagai pimpinan Kota Pahlawan itu. Bukan karena takut kehilangan jabatan yang selama ini diembannya, tetapi lebih karena tekanan politik yang begitu besar dari berbagai pihak yang tidak suka dengan kinerja Walikota yang berhasil menerima 51 penghargaan sebagai Walikota terbaik ini.
Penutupan di kawasan Dolly, persoalan Kebun Binatang Surabaya, pembangunan tol tengah kota yang tak kunjung menemui titik temu penyelesaian, ditambah ancaman yang dialami keluarganya menjadi beberapa alasan yang melatarbelakangi Tri Risma mundur dari jabatannya ini. Mentalnya sebagai perempuan memang tidak akan mampu menghadapi tekanan pihak-pihak yang tidak menyukainya.
Tri Rismaharini, sosok yang berdedikasi untuk rakyat harus mengalami ‘intimidasi’ atas kerja kerasnya. Kejamnya dunia politik demokrasi kapitalis ternyata tidak mampu Risma taklukan dengan kerja ikhlasnya itu, perubahan yang diusungnya pun harus kandas jika berbenturan dengan para pemilik modal yang bertentangan dengannya.
Demokrasi kembali memperlihatkan jati dirinya bahwa bukan yang berdedikasi yang akan berkuasa, tapi uanglah yang harus menjadi penguasa dalam perputaran kehidupan bermasyarakat. Demokrasi tidak membiarkan Risma yang bekerja atas dorongan ketulusan mengabdi kepada rakyat, bahkan menghapuskannya.
Tri Risma dan 30% perempuan lainnya yang ada di DPR bukanlah sebagai sebuah solusi yang bisa menyelesaikan permasalahan negeri yang carut-marut ini. Bukan hanya sosok yang kita butuhkan tetapi bagaimana aturan kehidupan yang mampu mengakomodir kebutuhan dan kepentigan rakyat agar terpenuhi.
Islam sebagai aturan hidup yang sempurna juga memiliki pandangan terhadap sosok perempuan yang juga bisa berpolitik tanpa harus mengalami kejadian sebagaimana yang dialami Tri Risma. Peran politik perempuan dalam islam memberikan ruang bagi perempuan untuk melakukan amar makruf nahyi munkar, menjadi anggota partai politik, hak memilih dan dipilih sebagai majelis umat dan mengoreksi penguasa.
Islam telah memberikan penjelasan tentang aktivitas politik yang tidak diperkenankan bagi perempuan, yaitu aktivitas-aktivitas yang termasuk dalam wilayah kekuasaan/pemerintahan misalnya menjadi penguasa atau kepala negara.  Penguasa dipandang sebagai orang yang bertanggung jawab penuh secara langsung dalam mengurusi urusan umat. Dalam sistem Islam, jabatan penguasa mencakup khalifah (Kepala Negara), muawwin tafwidh (pembantu khalifah dalam urusan pemerintahan), wali (kepala wilayah) danamil (kepala daerah).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam telah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Bakrah:  “Tidak akan pernah menang suatu kaum yang menyerahkan urusan (kekuasaannya) kepada perempuan.” (HR Bukhori).


 16.3.2014

Murahnya Nyawa di Negeri Zamrud Khatulistiwa

Belum selesai mengusut tuntas kasus pembunuhan Feby Lorita, pihak Kepolisian Republik Indonesia kembali harus berhadapan dengan sesosok mayat korban pembunuhan. Kali ini pihak Kepolisian Palu Barat yang mendapatkan ‘jatah’ untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan yang memakan korban wanita berusia 80 tahun (Hj. Hoja) di Palu, Sulawesi Tengah. Pelakunya yang tidak lain adalah keponakan dari korban berhasil dibekuk pada Senin (10/2) dini hari. Berdasarkan pengakuan pelaku (N alias A), dirinya nekat menganiaya adik ayah kandungnya itu akibat tidak diberikan uang dari warisan tanah yang dimintainya.

Kasus pembunuhan akhir-akhir ini memang sangat marak terjadi. Tidak hanya alasan ekonomi, motif lain seperti dendam, kecemburuan terhadap pasangan juga ikut menambah deretan pemicu tindak pembunuhan. Nyawa manusia dewasa ini sungguh sangat murah dan bahkan tidak berharga sama sekali. Terbukti dengan laporan yang dilansir oleh Polda Metro Jaya yang mencatat setidaknya ada 51.444 kasus kriminal di Jakarta dan sekitarnya. Kriminalitas pembunuhan terjadi  74 kasus, naik 2 kasus (3%) dari tahun 2012. Itu artinya terjadi satu pembunuhan setiap lima hari, mengerikan!

Tidak ada asap kalau tidak ada api. Rasanya pepatah ini layak untuk menggambarkan tindak kriminalitas yang kian menggunung ini. Tidak mungkin ada pembunuhan tanpa ada penyebabnya, tentu saja! Menanggapi maraknya kasus pembunuhan ini kriminolog Universitas Asyafi’iyah, Masriadi Pasaribu, mengatakan banyaknya kasus pembunuhan di ibu kota  ditenggarai oleh tingkat stres yang sangat tinggi sehingga pembunuhan dijadikan cara yang paling efektif untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.

Tingginya tingkat stres ini bisa disebabkan oleh berbagai macam hal. Dilihat dari motif yang banyak melatarbelakangi pembunuhan ini, motif ekonomi sering menjadi salah satu biang keladinya. Kasus pembunuhan Hj. Hoja oleh keponakannya karena tidak mendapat harta warisan salah satunya. Kasus lainnya adalah Epi Suhendar yang membunuh anaknya sendiri diduga karena faktor beban pekerjaan serta himpitan ekonomi. Faktor ketidakharmonisan rumah tangga juga berperan, seperti kasus pembunuhan Desy Hayatun Nupus yang tengah hamil terjadi karena diduga pelakunya disulut rasa cemburu. Kondisi ini semakin diperparah dengan lembeknya penerapan hukum di negeri zamrud khatulistiwa ini yang tidak pernah bisa memberikan efek jera dan pencegahan.

Andai political wiil dari pemerintah ada, tingginya kasus pembunuhan dan tindak kriminalitas lainnya sebenarnya bisa diredam. Dimulai dengan negara membina warga dengan keimanan dan ketakwaan sehingga keimanan dan ketakwaan itu yang akan mencegah setiap individu untuk tidak melakukan kejahatan. Asas ketuhanan di negeri ini ternyata hanya sebatas semboyan saja, ketaatan individu terhadap agamanya justru dihancurkan dengan sekulerisme. Pemerintah justru memfasilitasi rakyat untuk tidak menyentuh agamanya, mulai dari gaya hidup hedonis sampai dilebelkan agama sebagai teroris. Mengerikan!

Dalam perekonomian, pemerintah haruslah menjadi pihak yang memastikan setiap rakyat terpenuhi kebutuhannya. Artinya negara wajib menjamin lapangan pekerjaan secara riil, menjadin kebutuhan pokok baik pangan, papan, dan sandang untuk setiap individu rakyat. Negara juga wajib menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan, pelayanan kesehatan dan kemanan secara langsung dan bebas biaya. Ini yang akan membuat rakyat tidak harus khawatir akan kehidupannya. Semua ini bukanlah mimpi yang sulit dijangkau andai pemerintah tidak menjual kekayaan alam kepada pihak asing.

                Terakhir adalah sistem hukum yang berlaku haruslah yang dapat memberikan efek jera bagi pelakunya dan mampu mencegah orang lain untuk melakukan hal yang sama. Misalnya, sistem sanksi dalam Islam menetapkan bagi mereka yang membunuh dengan disengaja, dihukum qishash (dihukum bunuh) dihadapan khalayak ramai kecuali dimaafkan oleh ahli waris korban. Selain itu harus membayar diyat 100 ekor onta, 40 diantaranya sedang bunting. Sementara untuk selain pembunuhan disengaja, pelaku harus membayar diyat 100 ekor onta atau 1.000 dinar atau sekitar Rp 2 miliar (1 dinar= Rp 1.946.883). Dengan sistem sanksi seperti ini, rasanya akan sangat jarang sekali ada orang yang akan melakukan pembunuhan, terlebih karena persoalan sepele.
               
                Begitulah seharusnya negara memastikan dan menjamin terjaganya rasa aman di kehidupan masyarakat. Nyawa, harta, dan kehormatan masyarakat benar-benar akan terlindungi. Semua ini akan dapat kita rasakan ketika kita menggambil aturan hidup yang membuat setiap manusia bertakwa, memastikan setiap warga terpenuhi kebutuhannya, dan sistem sanksi yang memberikan efek jera, Islam.

10.2.2014

Intelektual dan Kebangkitan Peradaban

Kemashyuran sebuah peradaban tentunya tidak akan pernah bisa dilepaskan dari peran intelektual. Dengan karya-karya yang dihasilkannya, para intelektual atau tokoh-tokoh ilmuwan berkontribusi membangun negerinya untuk bangkit dan terpandang dimata dunia. Bangkitnya Eropa dari zaman kegelapan tentunya tidak lepas dari peran intelektual yang berusaha melepaskan diri dari zaman kebodohan. Pada saat itu, wilayah timur (Islam) sedang mengalami kebangkitan pengetahuan yang luar biasa. Berbagai penemuan di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan berkembang pesat jauh mengungguli Eropa yang masih merangkak dalam kegelapan. Kungkungan gereja terhadap pengembangan ilmu pengetahuan membuat Eropa membatu meskipun saat itu Eropa memiliki mudah mengakses ilmu pengetahuan. Berabad  tahun kemudian atau lebih tepatnya tahun 1640 yang dipelopori oleh seorang filosof yang bernama Descartez, ilmu pengetahuna di Eropa mulai mengalami perkembangan yang pesat. Sejak saat itu Eropa tidak lagi mengenal masa kegelapan tetapi sudah beralih kepada masa terang benderang, Renaisans.
Al-Zahrawi, Ibnu Sina, Abbas Ibn Firnas, Al-Jabr, Al-Kindi adalah sederet nama-nama ilmuan Islam yang mashyurkan Islam dalam ilmu pengetahuan. Mereka jugalah yang menjadi kiblat Barat sehingga membuat Barat hari ini menjadi kiblat berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi mengenaskan justri dialami kaum muslim hari ini. Sosok-sosok ilmuwan Islam yang sejatinya dimiliki kaum muslim dan menjadi guru bagi Barat ternyata tidak mampu membuat negeri-negeri muslim gemilang seperti halnya Barat hari ini. Padahal, kegemilangan dan kemahsyuran adalah sebuah keniscayaan bagi kaum muslim disaat Eropa berkutat dengan Dark Age.
 Mengutip pernyataan Fahmi Amhar pada Jakarta International Conference of Muslim Intelectualls (15/12) yang diselenggarakan oleh HTI, beliau menilai bahwa hari ini para akademisi di Dunia Islam terjebak pada “saintifikasi islam” yaitu mencari-cari sains dibalik suatu ajaran Islam, atau “sains ta’wili” yaitu menebak-nebak sains sebagai makna suatu ayat yang sebenarnya mutasyabihat. Sehingga yang terjadi bukanlah bagaimana menyelesaikan permasalah umat hari ini melainkan bagaimana melakukan “islamisasi sains” yang tak lebih dari mencocok-cocokkan penemuan sains dengan ayat suci. Sedangkan jika kita lihat kondisi umat Islam hari ini sungguh sangat mengenaskan, pembantaian kaum muslim di Timur Tengah terjadi setiap hari, kemiskinan dan kelaparan menjerat tanpa pandang bulu, kriminalitas, korupsi, pezinaan adalah potret wajib yang harus dilahap kaum muslim setiap hari. Berbagai rundungan masalah menimpa kaum muslim terus-menerus seolah tidak pernah ada yang bisa menghentikannya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa peran  intelektual begitu besar dalam menyelesaikan permasalahan suatu negeri begitu besar. Bangkitnya Barat dari masa kegelapan  karena peran intelektual adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Kegemilangan Islam yang mampu berjaya selama 14 abad di 2/3 belahan dunia juga tidak lepas dari peran intelektual. Negeri ini dan negeri muslim lainnya tidak kekurangan kaum intelektual, namun sayangnya tidak sedikit para intelektual yang menutup mata terhadap kondisi tersebut. Keadaan ini jelas akan memperparah kondisi rakyat negeri ini. Dengan kekayaan SDM intelektual yang begitu melimpah, rasanya sudah sepantasnya negeri ini bangkit dari keterpurukannya. Sudah saatnya kaum intelektual membuka mata, hati, dan pikirannya untuk mengeluarkan umat dari jeratan problematika kehidupan yang kian melilit. Tidak hanya menyibukkan diri dengan aktivitas keintelektualannya (penelitian, dsb) saja tetapi juga mampu menyibukkan diri dengan kembali membawa umat bangkit menuju peradaban gemilang, Islam.


 9.2.2014

Islam, Corak Baru Perjuangan Pemuda

“Kini, gerakan pemuda condong kepada Islam kanan yang militan, atau gerakan pemuda yang ingin mewujudkan Khilafah untuk mengislamkan negara”

Itulah penggalan kalimat yang dituturkan Savic Alielha, aktivis muda Nahdlatul Ulama (NU), pada Kamis (15/8/13) lalu kepada tribunnews.com mengenai pendangannya terhadap arah perjuangan pemuda hari ini. Disaat pemuda yang hari ini cenderung apatis dan apolitis terhadap kondisi masyarakat yang semakin terpuruk oleh tangan-tangan serakah para koruptor negeri ini, ternyata geliat semangat pemuda untuk melakukan perubahan masih ada. Geliat perubahan yang berbeda, Islam yang diusung.
Apa yang diungkapkan Savic tentunya bukan omong kosong yang begitu saja terlontar. Tidak salah rasanya jika Savic melontarkan ungkapan tersebut. Hal ini karena, apa yang disampaikannya senada dengan hasil survey yang dilakukan oleh Lembaga Survey Internasional PEW yang melakukan survei tentang menjadikan Syariah Islam sebagai hukum resmi di negeri-negeri Islam memperlihatkan bahwa sebanyak 72% rakyat Indonesia menginginkan syariah Islam.
Beralihnya arah perjuangan pemuda hari ini disinyalir sebagai bentuk jengah dari perjuangan mahasiswa hari ini yang tak jua membuahkan hasil yang signifikan. Penggulingan rezim demi rezim yang mencekik rakyat tidak mampu menuntaskan penindasan yang dirasakan masyarakat. Setelah pemuda berhasil menggulingkan sebuah rezim, sulit sekali mendengar rakyat bisa bernapas lega dengan kehidupan barunya yang katanya hidup di alam demokrasi.
Demokrasi yang selalu berteriak bahwa dirinya sistem pemerintahan yang mampu mengakomodir keinginan rakyat ternyata hanya omong kosong belaka. Bisa kita lihat dalam alam demokrasi, BPS melansir 28,07 juta orang berada dalam garis kemiskinan, 8 juta anak Indonesia mengalami kekurangan gizi, dan setiap menit ada empat anak yang putus sekolah. Korupsi merajalela, kesenjangan sosial semakin menjadi, inilah sedikit potret nyata yang tidak mampu dipungkiri Indonesia yang memiliki sistem hidup demokrasi dan masih banyak lagi yang lainnya
Oktober, bulan sakral yang dinilai membuat Indonesia memiliki jati dirinya. Oktober menjadi momentum geliat pergerakan pemuda mulai muncul ke permukaan. Dengan semangat Sumpah Pemuda pada 28 Oktober, momentum tersebut sering diperingati untuk membakar semangat pemuda untuk terus memanaskan kobaran api perjuangan. Tapi kali ini kita patut bertanya tentang usungan perubahan yang diteriakkan mahasiswa. Masihkan reformasi yang diinginkan seperti yang pernah terjadi pada 1966 dan 1998 dengan mempertahankan sistem bobrok dan memolesnya hanya dengan pergantian ‘pemain’ yang tetap memiliki mental korup? Ataukah beralih mencari solusi lain sebagai tumpuan arah perjuangan?
Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia sejatinya tidak akan mampu memungkiri identitasnya ini. Hanya saja, gaya hidup sekuler menjadikan Indonesia tak memiliki lagi citra Islami yang melekat dalam setiap kehidupan warganya. Termasuk dalam ranah perjuangan pemuda. Arah perjuangan pemuda tidak lagi kental dengan identitas bangsa ini, bahkan sangat jauh dari apa yang seharusnya. Perjuangan pemuda hari ini tidak lebih dari sekedar menggulingkan rezim saja tanpa bisa melihat akar permasalahan masyarakat hari ini yaitu keserakahan sistem demokrasi yang membiarkan sebagian orang berhak berkuasa atas sebagian yang lain.
Jadi jika hari ini pemuda mencoba mengalihkan arah perjuangannya adalah pilihan yang tepat. Tidak lagi terpaku pada kecacatan demokrasi, tetapi mencari solusi lain dengan Islam. Mencoba mengusung revolusi bukan lagi reformasi. Usungan ide Islam hari ini mungkin akan banyak membuat orang mengernyitkan dahi dan menggumamkan kata utopis dalam benaknya. Tapi ternyata perjuangan Islam adalah ide nyentrik yang terus menggema. Banyak dukungan fakta yang memperkuat arah perubahan gerakan pemuda ini.
Salah satu hasil riset Badan Intelegen Amerika, NIC menyatakan bahwa tahun 2020 akan ada A New Chaliphate. Berdirinya kembali Negara Khilafah Islam, sebuah pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tantangan pada norma-norma dan nilai-nilai global Barat. Selain itu, penulis Barat yang juga direktur sebuah perusahaan Rusia dan Wakil Presiden Rusia Union of Industrialists dan Wakil Ketua Duma (Rusia Assembly) Michael Ioreyev dalam bukunya Rusia Kekaisaran Ketiga meramalkan bhawa Khilafah akan kembali tegak di waktu yang akan datang. Ia memperediksi akan ada beberapa Negara Besar di dunia yang akan muncul pada tahun 2020. Saat itu, akan terdapat empat atau lima negara berperadaban ,yaitu Rusia, yang akan menguasai benua Eropa, Cina, Negara Timur Jauh, Negara Khilafah Islam dan Negara konferderasi Amerika yang akan menggabungkan Amerika Utara dan Amerika Selatan.
Selain itu, dijadikannya Islam sebagai corak baru perjuangan pemuda tidak lain adalah karena beberapa hal. Pertama, tuntutan aqidah dan syariah Islam. Ikrar seorang muslim yang bersyahadah la ilaha illa Allah menuntut seorang muslim untuk mau diatur oleh aturan Allah SWT. Persoalannya, bagaimana mungkin kita bisa menerapkan hukum Allah secara total kalau kita tidak punya negara Khilafah? Kedua,  mensejahterakan rakyat. Tanpa Khilafah umat diatur dengan sistem kapitalistik yang serakah. Bagai ayam mati di lumbung padi, 8 juta anak di negeri agraris ini malah mengalami gizi buruk. Sementara kebijakan ekonomi Khilafah adalah menjamin kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) tiap individu rakyat. Pendidikan, kesehatan, keamanan, transportasi yang merupakan kebutuhan vital rakyat pun diperoleh dengan biaya murah, bahkan bisa gratis. Sebab, kekayaan alam seperti emas, minyak, gas, hutan adalah milik umum yang hasilnya diberikan kepada rakyat.


Jika dirunut agumentasi lainnya kenapa harus Islam dan Khilafah yang diperjuangkan, maka tentu akan sangat banyak. Hanya, jika dunia Barat saja hari ini sudah sangat yakin akan tegaknya kembali imperium Islam, maka sudah selayaknya jika pergerakan perjuangan pemuda di negeri muslim terbesar ini meneriakkan hal yang sama. Ditambah lagi dengan hadits Rasulullah dalam Musnad Imam Ahmad :

Masa kenabian akan tetap ada di tengah-tengah kalian selama Allah menghendaki, kemudian Allah akan mengambilnya dari tengah-tengah kalian. Kemudian akan ada (masa) Khilafah Rasyid (yang mendapat petunjuk) yang berjalan selaras dengan kenabian. Khilafah itu akan tetap ada di tengah-tengah kalian selama Allah menghendaki, kemudian Allah akan mengambilnya dari tengah-tengah kalian. Setelah itu akan ada (masanya) banyak pemimpin, dan itu akan tetap ada di tengah-tengah kalian selama Allah menghendaki, kemudian Allah akan mengambilnya dari tengah-tengah kalian. Setelah itu akan ada (masa) pemerintahan tirani, dan akan tetap ada di tengah-tengah kalian selama Allah menghendaki, kemudian Allah akan mengambilnya dari tengah-tengah kalian. Kemudian, akan muncullah (masa) Khilafah Rasyid (kembali) yang berjalan selaras dengan kenabian.” Kemudian beliau (Rasulullah) terdiam.”


“ Allah tidak akan menyalahi janjinya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (TQS. Ar Ruum [30]: 6)


21.10.2013