Gegap gempita
pesta demokrasi sudah dimulai. Tepat 15 Maret 2014, gong
persaingan para calon pejabat untuk mengambil hati rakyat resmi digelar. Para
caleg yang selama ini sebatas nampang
di baligho atau poster,terhitung 15 Maret ini mereka bisa mulai blusukan mencari simpati rakyat agar
memilih mereka. Dua belas partai politik siap bertarung memperebutkan kursi
panas di pesta demokrasi 9 April nanti.
Tidak seperti
pemilu sebelumnya, yang melibatkan banyak sekali partai. Pemilu kali ini hanya
mampu ditembus oleh 12 wajah partai lama yang memenuhi kriteria KPU, sisanya
harus rela nama besarnya berada dibelakang partai lain atau bahkan benar-benar
dihapuskan. Kuota 30% perempuan yang
harus dipenuhi oleh setiap partai juga menjadi batu sandungan yang harus
dihadapi partai-partai peserta pemilu.
Sejak dikeluarkannya
UU Pemilu Legislatif No. 10 tahun 2008
dan UU No. 2 tahun 2008 tentang parpol yang harus mengatur ketentuan kuota
caleg perempuan minimal 30 persen terutama untuk tingkat pusat, menjadi pihak
yang dikebiri karena harus kalang kabut mencari kaum Ibu yang bersedia menjadi calegnya.
Perempuan menjadi ‘barang mahal’ bagi partai.
Fenomena perempuan merambah dunia politik memang bukan hal
yang baru, tetapi sosok Tri Rismaharini memberikan potret baru tentang politik
perempuan hari ini. Walikota Surabaya itu menangis menyatakan keinginan
pengunduran dirinya sebagai pimpinan Kota Pahlawan itu. Bukan karena takut
kehilangan jabatan yang selama ini diembannya, tetapi lebih karena tekanan
politik yang begitu besar dari berbagai pihak yang tidak suka dengan kinerja
Walikota yang berhasil menerima 51 penghargaan sebagai Walikota terbaik ini.
Penutupan di kawasan Dolly, persoalan Kebun Binatang Surabaya,
pembangunan tol tengah kota yang tak kunjung menemui titik temu penyelesaian,
ditambah ancaman yang dialami keluarganya menjadi beberapa alasan yang
melatarbelakangi Tri Risma mundur dari jabatannya ini. Mentalnya sebagai
perempuan memang tidak akan mampu menghadapi tekanan pihak-pihak yang tidak
menyukainya.
Tri Rismaharini, sosok yang berdedikasi untuk rakyat harus
mengalami ‘intimidasi’ atas kerja kerasnya. Kejamnya dunia politik demokrasi
kapitalis ternyata tidak mampu Risma taklukan dengan kerja ikhlasnya itu,
perubahan yang diusungnya pun harus kandas jika berbenturan dengan para pemilik
modal yang bertentangan dengannya.
Demokrasi kembali memperlihatkan jati dirinya bahwa bukan
yang berdedikasi yang akan berkuasa, tapi uanglah yang harus menjadi penguasa
dalam perputaran kehidupan bermasyarakat. Demokrasi tidak membiarkan Risma yang
bekerja atas dorongan ketulusan mengabdi kepada rakyat, bahkan menghapuskannya.
Tri Risma dan 30% perempuan lainnya yang ada di DPR bukanlah
sebagai sebuah solusi yang bisa menyelesaikan permasalahan negeri yang
carut-marut ini. Bukan hanya sosok yang kita butuhkan tetapi bagaimana aturan
kehidupan yang mampu mengakomodir kebutuhan dan kepentigan rakyat agar
terpenuhi.
Islam sebagai aturan hidup yang sempurna juga memiliki
pandangan terhadap sosok perempuan yang juga bisa berpolitik tanpa harus
mengalami kejadian sebagaimana yang dialami Tri Risma. Peran politik perempuan dalam
islam memberikan ruang bagi perempuan untuk melakukan amar makruf nahyi munkar,
menjadi anggota partai politik, hak memilih dan dipilih sebagai majelis umat
dan mengoreksi penguasa.
Islam telah memberikan penjelasan tentang aktivitas
politik yang tidak diperkenankan bagi perempuan, yaitu aktivitas-aktivitas yang
termasuk dalam wilayah kekuasaan/pemerintahan misalnya menjadi penguasa atau
kepala negara. Penguasa dipandang sebagai orang yang bertanggung jawab
penuh secara langsung dalam mengurusi urusan umat. Dalam sistem Islam, jabatan
penguasa mencakup khalifah (Kepala Negara), muawwin tafwidh (pembantu
khalifah dalam urusan pemerintahan), wali (kepala wilayah) danamil (kepala daerah).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam telah bersabda dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Bakrah: “Tidak akan pernah menang suatu kaum yang menyerahkan urusan
(kekuasaannya) kepada perempuan.” (HR
Bukhori).
16.3.2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar