Selasa, 02 Februari 2016

Womenomics dan Hancurnya Generasi


Ide perempuan setara dengan laki-laki, berdaya dan pengerak ekonomi dunia selalu menjadi isu  yang hangat untuk diperbincangkan. Belum lama ini, Indonesia kembali mengikuti Women and the Economic Forum (WEF) di Philipina pada 15-18 September 2015 lalu. Dalam forum tahunan APEC tersebut, Indonesia mengajukan pentingnya kesetaraan gender di setiap sektor guna menguatkan partisipasi perempuan dalam perekonomian dunia sebagai usulan utama. Hal ini merupakan langkah awal Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak  Indonesia,Yohana Yambise, agar perempuan di seluruh dunia dapat memegang peranan penting dalam menyukseskan pertumbuhan ekonomi dunia sesuai dengan tema yang diusung WEF tahun ini, Women as Prime Movers of Inclisive Growth.

Isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam perekonomian menjadi sangat penting. Berdasarkan hasil laporan MDGs 2015, ketidaksetaraan laki-laki dan perempuan masih menjadi masalah dunia. Dengan adanya kesetaraan gender di setiap sektor kehidupan, diharapkan perempuan mampu meningkatkan kualitas hidupnya sehingga mampu terlepas dari eksploitasi, kekerasan dan diskriminasi yang selama ini banyak menimpa kaum hawa. Kesetaraan gender dinilai akan mampu memajukan perempuan sebagaimana yang terdapat dalam Beijing Declaration and Platform for Action (BPFA) tahun 1995. Womenomics akan mampu membuat perempuan berdaya dan mampu memberikan kesejahteraan bagi kaumnya serta memberikan pengaruh terhadap peningkatan ekonomi suatu bangsa. Benarkah demikian?
       
          Setalah dua dekade berjalan sejak dicetuskannya BPFA, womenomics  atau aktifnya perempuan dalam ranah perekonomian dunia sebagai bentuk kesetaraan gender ternyata tidak berjalan sesuai dengan kenyataan. Alih-alih meningkatkan kesejahteraan perempuan, kesetaraan gender dan womenomics justru tidak lebih dari menjadikan wanita sebagai sapi perah yang memberikan keuntungan bagi para pengusaha saja. Meskipun PBB mengklaim bahwa adanya peningkatan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja dan sebanyak 50% perempuan di dunia yang mendapat gaji dari pekerjaan mereka, tetapi kita tetap tidak bisa menutup mata bahwa sebanyak 11,55 juta perempuan menjadi korban pekerja paksa sebagaimana yang dilansir ILO tahun 2012.

Kesetaraan gender dan terjunnya perempuan dalam dunia perekonomian ternyata tidak memberikan hasil berarti terhadap kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup perempuan. Nyatanya hingga saat ini berdasarkan data UNODC tahun 2014 sebanyak satu milyar manusia hidup dalam kemiskinan dan mayoritasnya adalah kaum perempuan. Tidak hanya itu, sebanyak 70% perempuan masih menjadi korban jaringan perdagangan manusia. Dan sebanyak 44 juta  perempuan dan anak perempuan terpaksa menjadi pekerja rumah tangga – mengalami kekerasan dan eksploitasi dari di lingkungan kerjanya.

            Tak hanya menimpa dirinya sendiri, terjunnya perempuan sebagai penyelamat ekonomi dunia juga memberikan efek negatif yang tidak kecil bagi keluaga dan anak-anaknya. Kehancuran keluarga terus terjadi dan potret generasi semakin suram. Di Indonesia tercatat setiap jam terjadi 40 kasus perceraian dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kasus perceraian ini mayoritasnya diawali dengan gugatan pihak istri. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Kasi Pemberdayaan KUA Kanwil Kemenag Provinsi Jatim, kemandirian ekonomi perempuan menajdi variabel penting munculnya tren tingginya istri sebagai pemohon cerai.

            Hancurnya tatanan keluarga bisa dipastikan akan berbanding lurus dengan rusaknya generasi. Kenakalan remaja semakin menggila.  Kabag Humas BNN menyatakan sebanyak 22% dari empat juta pengguna narkoba adalah pelajar dan mahasiswa. Kondisi ini terjadi karena lemahnya pengawasan orang tua serta labilnya psikologi remaja sehingga mudah terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba. Dalam kasus pergaulan bebas juga tak kalah mengkhawatirkan, BKKBN mencatat sebanyak 46% remaja berusia 15-19 tahun sudah pernah melakukan hubungan seksual dan sebanyak 2,4 juta kasus aborsi terjadi di tahun 2012 yang pelakunya adala remaja. Kondisi ini terjadi di tengah meningkatnya Indeks Pembangunan Gender (IPG) tahun 2013 yang mencapai 69,6.
Womenomics atau perempuan sebagai penggerak ekonomi dunia telah menggeser peran utamanya sebagai ibu generasi yang mampu membangun peradaban suatu bangsa. Hilangnya peran ibu dalam mendidik anak karena harus keluar rumah untuk mencapai kesetaraan dengan laki-laki dan mengejar kesejahteraan materi ternyata memberikan imbas yang buruk bagi generasi. Bisa dibayangkan ketika IPG dan partisipasi aktif perempuan dalam Tingkat Partisipassi Angkatan Kerja (TPAK) mencapai angka 100% dimana seorang ibu benar-benar aktif di luar rumah dan menjadi penggerak utama ekonomi, kehancuran keluarga dan kenakalan remaja adalah hal yang benar-benar tidak bisa dihindari.

Seorang perempuan bekerja bukanlah sebuah kesalahan karena memang Islam pun membolehkannya. Hanya saja bukan sebagai tulang punggung keluarga apalagi tulang punggung dunia. Peran utama seorang perempuan adalah sebagai pendamping suami dan ibu pendidik generasi dan ini tidak berarti merendahkan peran perempuan yang tidak aktif dalam pemberdayaan ekonomi. Hal ini justru bentuk pemuliaan Islam terhadap perempuan dan menjadikannya sebagai tumpuan dari terbentuknya generasi berkualitas yang mampu membangun peradaban suatu bangsa.


Ketertindasan yang hari ini menimpa masyarakat dunia dan khususnya perempuan berpangkal dari sebuah sistem kehidupan yang dijalankan atas dasar kepentingan sebagian golongan saja. Tidak ada target kesejahteraan rakyat yang diusung oleh pemerintah dalam setiap kebijakan yang dikeluarkannya termasuk pemberdayaan ekonomi perempuan. Perempuan membutuhkan sebuah sistem kehidupan yang memiliki mekanisme penjaminan kesejahteraan yang mengharuskan negara untuk memenuhi kebutuhan mendasar setiap warganya. Sehingga perempuan dapat kembali pada peran utamanya sebagai ibu generasi tanpa harus mengorbankan dirinya dalam putaran ekonomi dunia yang menghilangkan fitrah alaminya. Khilafah Islamiyah.

 7.12.2015 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar