Selasa, 02 Februari 2016

BOM Thamrin, Momentum Penutupan Kasus Freeport dan Operasi False Flag Indonesia?

Setelah heboh dengan isu Gafatar, masyarakat Indonesia kembali dibuat resah dengan peristiwa ledakan bom dan baku tembak  yang terjadi di sekitaran  Jalan MH Thamrin Jakarta, 14 Januari 2016 lalu. ‘Kado tahun baru’ yang sudah diendus oleh BIN akan terjadi pada 10/1 itu menewaskan 8 orang yang terdiri dari pelaku, WNA, warga sipil dan sebanyak 20 orang lainnya mengalami luka.
Sekitar empat jam setelah kejadian tersebut, pihak kepolisian Indonesia yang diwakili oleh Komjen Budi Gunawan menyatakan bahwa aksi teror tersebut  dilakukan oleh jaringan ISIS. Ledakan yang terjadi di area Menara Cakrawala tersebut mirip dengan aksi teror yang terjadi di Paris beberapa waktu lalu. ISIS kembali dinilai sebagai otak peristiwa pengeboman Jakarta. Hal ini semakin diperkuat setelah pelaku pengeboman teridentifikasi, yaitu Bahrun Naim yang dinyatakan sebagai pimpinan ISIS untuk wilayah Asia Tenggara.
Dimulai dengan kasus  WTC 9/11 ,  ada sebuah pola yang cukup menarik untuk menentukan aksi pengeboman yang kerap terjadi itu apakah tindakan terorisme atau bukan. Secara kasat mata, setiap terjadi kasus ledakan bom jika pelakunya adalah seorang yang beragama Islam maka dapat dengan cepat disimpulkan tindakan tersebut adalah terorisme. Maka, tidak heran ketika setiap kali ada aksi pengeboman Islam dan umat Islam selalu dirugikan karena akan selalu bisa dipastikan menjadi pihak tertuduh sebagai pelaku teror.
.Kondisi seperti ini bukan hanya satu atau dua kali terjadi. Dari berbagai kasus terorisme yang di blowup media, masyarakat seolah digiring untuk membuat kesimpulan bahwa kejadian tersebut identik dengan Islam. Begitupun berbagai aksi penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88 -yang kadang melakukan salah tangkap- tak jarang buku-buku keislaman dan Al Quran dijadikan barang bukti yang dimiliki pelaku teror.
Padahal, tindakan terorisme dan membunuhan tanpa haq sama sekali tidak pernah dibenarkan dalam Islam dan dinilai sebagai tindakan tercela yang menyalahi Islam. Islam menegaskan bahwa merusak fasilitas umum dan meresahkan masyarakat dengan teror adalah tindakan yang salah. Apalagi sampai membunuh orang yang tidak bersalah maka pelakunya jelas dinilai sebagai orang yang keji terlepas apapun motif yang melatarbelakanginya untuk melakukan hal tersebut.
Imbas yang terjadi dari identiknya islam dan terorisme adalah Islamophobia. Masyarakat menjadi takut dan bahkan antipati terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan Islam dan syariahnya terlebih dengan Khilafah. Islam dan Khilafah kini sudah menjadi monster yang menakutkan bagi masyarakat dunia. Kini masyarakat selalu was-was dan mewaspadai identitas-identitas Islam, menaruh kecurigaan-kecurigaan terhadap segala sesuatu yang berbau Islam. Islam kembali menjadi korban.
Selain aksi terorisme yang selalu diidentikkan dengan Islam,  ada respon lain yang muncul terhadap kejadian Bom Thamrin ini. Banyak masyarakat saat ini yang membaca bahwa ada kejadian lain yang ditutupi dengan adanya aksi teror ini. Tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa Bom Thamrin adalah pengalihan isu agar fokus perhatian masyarakat beralih ke kasus teror ini. Sebagaimana kita ketahui, sebelum terjadi teror di Thamrin negeri ini sedang disuguhkan drama ‘pertarungan antargeng’ untuk mendapatkan saham gunung emas di Papua yang sedang dikuasai raksasa Freeport yang akan habis masa kontraknya.
Ini mungkin hanyalah kebetulan yang tidak disengaja. Kasus hukum ‘papa minta saham’ yang melibatkan beberapa ‘manusia kerah putih’ dalam proses negosiasi perpanjangan kontrak Freeport yang akan habis pada 2021 sekaligus lenyap dari mata publik bersamaan dengan masifnya blowup media terhadap isu terorisme Thamrin.
Rasanya tidak mengherankan jika hari ini banyak pertnyaan-pertanyaan yang publik ungkapkan dalam menanggapi teror Thamrin. Apa yang sebenarnya terjadi dibalik adanya ledakan di Thamrin? Kemana sebenarnya arah aksi terorisme di Jakarta kali ini? Siapa yang target yang sedang dibidik dari peristiwa ini? Rekayasakah semua ini?
Peristiwa Thamrin kali ini, tentu tidak boleh dilahap begitu saja oleh masyarakat. Sudah masyarakat harus semakin cerdas dalam menanggapi peristiwa-peristiwa politik yang terjadi di negeri ini. Tidak cepat mengambil kesimpulan dangkal yang diaruskan oleh berbagai pihak, terlebih sampai termakan dengan isu-isu lama yang memojokkan Islam.

2.2.2016 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar