Selasa, 02 Februari 2016

BBM Naik (Lagi)!

        Selain korupsi, pementasan drama usang yang paling sering dimainkan pemerintah adalah kenaikan harga BBM. Terhitung dalam 10 tahun terakhir, rezim SBY sudah menaikan BBM sebanyak 6 kali. Tertanggal mulai 21 Juni 2013 tengah malam, pemerintah ketok palu untuk menegaskan harga BBM resmi naik. Kini harga premium meningkat menjadi Rp 6.500/liter dan solar menjadi Rp 5.500/liter.
           
Dalih klasik kembali dikeluarkan pemerintah yang tega menaikkan (lagi) tarif BBM yang sudah mahal tersebut. Alasan utamanya tidak lain adalah untuk mengurangi beban subsidi yang dikatakan sudah sangat besar. Biaya subsdi BBM dalam APBN 2013 mencapai Rp 274,7 triliun. Angka tersebut dinilai pemerintah harus dikurangi sehingga mampu menghemat APBN sebesar Rp 21 trilyun.  Padahal di tahun 2012 saja masih ada sisa APBN sebanyak Rp 32,7 trilyun. Jadi sebenarnya masih bisa menutupi subsidi BBM, bahkan masih sisa Rp 11,7 trilyun.

Chatib Basri mengatakan sebenarnya pemerintah selalu bisa mencari pendapatan, misalnya dari pajak atau dari manapun supaya defisit anggaran bisa tertanggulangi. Tetapi solusi tersebut tidak digunakan dengan alasan subsidi BBM yang mencapai Rp 150 ribu per hari hanya dinikmati orang kaya saja dan memberikan Rp 150 ribu per bulan untuk masyarakat miskin bertentangan dengan keadilan. Sehingga pemerintah menilai, menaikkan harga BBM adalah solusi jitu untuk menuntaskan ketidakadilan ini.

Hasil dari penghematan BBM bersubsidi ini diklaim pemerintah akan dialihkan untuk rakyat miskin salah satunya BLSM. Tapi menurut Ichsanudin Noorsy, itu sebenarnya bohong karena pendapatan dari kenaikan BBM bersubsidi tersebut hanya sekitar Rp. 17,5 T saja dan menurutnya program BLSM itu dibiayai dari utang. Buktinya sangat jelas tertera di laman situs Asian Development Bank (ADB) yang menyatakan bahwa BLSM bersumber dari utang ADB dengan nama singkatan proyek DPSP (Development Policy Support Program). Jadi sebenarnya tidak ada korelasinya antara kenaikan BBM dengan pemberian BLSM bagi rakyat miskin.

Tapi dibalik pandainya pemerintah bersilat lidah, mari kita hitung dengan cara sederhana saja BLSM yang akan ‘segera’ diberikan pemeritah pasca kenaikan BBM tersebut. Pertanyaannya adalah apakah uang Rp. 150 ribu yang hanya akan diberikan selama 4 bulan ini bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup ditengah meroketnya harga bahan pangan dan biaya transportasi? Lalu, siapa sebenarnya yang diuntungkan dengan naiknya harga BBM bersubsidi ini?

Inilah potret nyata tentang negeri yang katanya menjadikan suara rakyat sebagai suara utama pengambilan keputusan, tapi ternyata tidak terbukti. Negeri yang dinilai sebagai negeri paling demokratis ini ternyata pemerintahnya sudah ‘tuli’, tidak mampu lagi mendengar jeritan rakyat. BBM tetap saja dinaikkan, padahal mayoritas publik (hasil survey LSI 79,21 persen) tidak setuju dengan kenaikan harga BBM dan yang setuju hanya 19,10 persen saja.  Jadi untuk siapakah mereka duduk di Senayan sana?

Andai negeri yang mayoritas muslim ini tidak menafikkan aturan Tuhan. Andai penduduknya mau diatur dengan syariat Tuhannya pasti tidak akan ada lagi pementasan drama kenaikan BBM yang bisa ditonton rakyat. Keberpihakan negara hanya akan diberikan kepada rakyat, bukan pada asing sebagaimana yang dialami oleh Indonesia hari ini. Terbelit dengan berbagai macam perjanjian asing yang membuat Indonesia mau tidak mau harus meliberalisasi sektor migas sebagai bentuk ketundukan pada IMF, Bank Dunia, USAID dan ADB. Juga terikatnya Indonesia sebagai anggota Organisasi Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) dan G-20 yang mendesak penghapusan subdisi BBM dan TDL.


Sejatinya, negara dan penguasalah yang berkewajiban memelihara kepentingan rakyat dan menjamin kehidupan rakyat. Negaralah yang wajib mengelola kekayaan umum seperti migas dan mengembalikan seluruh hasilnya kepada rakyat untuk kesejahteraan mereka, bukan untuk asing. Sayangnya kondisi ini tidak pernah bisa kita lihat kecuali dalam sebuah institusi yang menjadikan hukum Allah SWT sebagai aturan kehidupan, Khilafah Islamiyah.


2.7.2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar